Sebagian besar anak autisme atau Autisme Spectrum Disorder (ASD) sudah menunjukkan gejala sejak dini, sehingga ASD bisa didiagnosis pada anak sebelum usia 2 tahun. Namun, sebagian besar anak ASD didiagnosis setelah usia 3 atau 4 tahun. Padahal, semakin dini anak terdiagnosis ASD, semakin dini anak akan mendapatkan penanganan yang tepat sehingga memiliki peluang kehidupan yang lebih baik di masa depan. 

Untuk itu, Moms dan Dads perlu jeli melihat perkembangan si Kecil. Memang tahapan perkembangan setiap anak itu berbeda-beda. Tapi, tak ada salahnya Moms bekerja sama dengan Dads melihat panduan tumbuh kembang si Kecil. Tanyakan kepada dokter anak atau di pusat Pelayanan Terpadu untuk Ibu dan Anak di Puskesmas. Mereka memiliki panduan ini. Dan, cek untuk si Kecil.

Nah, jika si Kecil belum memiliki kemampuan sesuai tahapan umurnya, jangan buru-buru panik mengira ia terkena autisme. Catat, konsultasikan ke ahlinya, dan pantau terus perkembangannya. 

Apakah anak saya autisme?

Ada beberapa orang tua yang sudah melihat gejala autisme saat bayi mereka baru berusia 9 bulan. Lainnya, mengamati  gejala ini muncul saat anak mereka 18 bulan. 

Para orang tua yang cermat ini mengamati bahwa bayi mereka berbeda dengan bayi lain. Bayi mereka cenderung tidak melakukan kontak mata, tidak bereaksi bila namanya dipanggil dan tidak terlalu menyukai dipeluk. Biasanya gejala autisme akan muncul dengan semakin banyak dengan meningkatnya usia anak.

Lantas bagaimana mencermati kemungkinan si Kecil menderita autisme? Mungkin cara mendiagnosa yang disebutkan website Masyarakat Peduli Autis Indonesia (MPATI) ini bisa menjadi cara deteksi awal.

Coba Moms perhatikan hal berikut ini dari si Kecil:

  • Apakah anak Moms memiliki rasa tertarik pada anak-anak lain?
  • Apakah anak Moms pernah menggunakan telunjuk untuk menunjukkan rasa tertariknya pada sesuatu?
  • Apakah anak Moms memberi reaksi bila namanya dipanggil?
  • Apakah anak Moms menatap mata Moms  lebih dari 1 atau 2 detik?
  • Apakah anak Moms pernah bermain ‘sandiwara’, misalnya berpura-pura menyuapi boneka, berbicara di telepon dan sebagainya?
  • Apakah anak Moms meniru Moms? Misalnya bila Moms  membuat raut wajah tertentu, apakah anak Moms menirunya?
  • Bila Moms menunjuk pada sebuah mainan/apa pun di sisi ruangan, apakah anak Moms  melihat pada mainan/benda tersebut?

Seorang anak bisa ada kemungkina terdiagnosa dengan autisme jika minimal 2 (dua) dari pertanyaan di atas dijawab “Tidak”. Meski demikian, bila itu terjadi pada si Kecil, segeralah Moms memeriksakan  si Kecil kepada ahlinya untuk mendapatkan diagnosis yang tepat. 

Ada beberapa manfaat lain juga jika Moms segera mendiagonis si Kecil kepada ahlinya, yaitu:

  • Memberikan informasi penting tentang perilaku dan perkembangan anak
  • Memberikan kesempatan bagi Moms juga menjelaskan tantangan sebagai orangtua yang Moms hadapi, dan solusinya. Dan, Moms juga mendapatkan pengetahuan lain dari dokter atau profesional di bidang perkembangan anak untuk tantangan sebagai orangtua ke depan. Khususnya, tentang tumbuh kembang anak. 
  • Memotivasi Moms untuk mempelajari cara baru untuk membantu si Kecil tumbuh dan berkembang.
  • Bila si Kecil memang terdiagnosis ASD, maka dengan Moms bisa segera membuat alur yang tepat untuk pengobatan dengan mengidentifikasi kekuatan spesifik anak Moms, juga tantangan yang akan dihadapinya ke depan.  Sehingga, Moms maupun si Kecil akan lebih siap.
  • Memberikan informasi yang berguna tentang kebutuhan dan keterampilan untuk penangangan yang lebih efektif bagi si Kecil. 
  • Membantu menghubungkan Moms dengan komunitas yang memiliki problema yang sama dalam mengatasi kesulitan atau tantangan tumbuh kembang si Kecil, termasuk misalnya jika si Kecil mengalami ASD

Bagaimana jika si Kecil memang autisme?

Moms bersama Dads tentunya harus bekerjasama untuk membantu si Kecil tetap bisa berkembang dengan baik, dan kelak bisa mandiri dalam mengarungi kehidupannya. Berikut  hal yang wajib dilakukan orangtua dengan anak autisme: 

  1. Tidak peduli seberapa lelahnya, biarkan si Kecil mengenal masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Bukan hanya soal pandangan masyarakat. Butuh perjuangan juga dalam menjaganya dan membuatnya memahami kehidupan bermasyarakat. Bagaimanapun tidak bisa menyembunyikan si Kecil selamanya, karena Moms dan Dads juga tidak bisa menjaga si Kecil selamanya. 
  2. Jika belum melakukannya, bergabunglah dengan komunitas atau memasukkan si Kecil dalam pendidikan khusus atau terapi khusus untuk menangani autisme, seperti terapi okupasi atau terapi wicara. Ini bisa menjadi koneksi berharga koneksi yang tak ternilai di keduanya. Cobalah untuk menemukan orang tua dengan anak yang memiliki level autisme seperti si Kecil. Dan, jalin pertemanan agar Moms bisa mendapatkan informasi untuk terapi dan pengasuhan bagi si kecil. Juga solusi untuk tantangan memiliki anak ASD. 
  3. Jika keuangan memadai, pekerjakan guru pendamping untuk mendampingi si Kecil dengan ASD  ini mengikuti program sekolahnya. Dapat pula  mempekerjakan perawat khusus untuk membantu Moms dalam melatih si Kecil di rumah dan menjaga atau mengawasi si Kecil.   
  4. Jika memungkinkan, jadilah sukarelawan di acara sekolah atau ikut pengurus komite sekolah atau pengurus kelas.   Ini adalah cara yang bagus untuk mengenal guru anak dan civitas sekolah, sekaligus dapat membuat Moms berteman dengan orang tua lain juga.
  5. Tidak peduli seberapa sulitnya anak Moms, terimalah tawaran apa pun untuk menjaga si Kecil. Jangan sungkan. Ini agar Moms bisa  sejenak menikmati me time atau istirahat. Bahkan jika hanya untuk beberapa jam, istirahat akan membantu.
  6. Didik teman dan keluarga tentang kehidupan Moms dan Dads dengan si Kecil yang autisme. Kemukakan  yang ingin diungkapkan dalam membesarkan anak dengan autisme. Mintalah dukungan yang dibutuhkan, bahkan jika itu hanya telinga untuk mendengarkan. Menyimpan terlalu banyak untuk diri sendiri itu melelahkan pada akhirnya. 
  7. Konsultasi ke ahlinya jika Moms dan Dads mulai merasa tertekan, tidak bisa tidur dan menjadi kebingungan menghadapi si Kecil. 
  8. Bergabunglah dengan komunitas autisme yang memberikan Moms banyak masukan dan pengalaman berharga  dalam menangani anak ASD. Dengan komunitas semacam itu akan menguatkan diri Moms, bahkan melebihi dukungan dari keluarga sendiri. 
  9. Jadi diri Moms, bukan hanya sibuk menjaga si Kecil yang ASD. Membesarjab anak dengan autisme itu ibarat lari maraton, bukan lari sprint. Butuh tenaga, pikiran dan keuangan yang panjang. Moms juga harus menyiapkan tenaga dan pikiran Moms agar sehat dan bahagia selalu. Tanpa orangtua yang sehat, mustahil si Kecil bisa mencapai perkembangan optimal dengan ASD yang dideritanya. 

Jadi, jangan pantang menyerah dengan anak yang autisme ya Moms…

^IK