Kata autis atau autisme mungkin tidak asing lagi di telinga Moms. Bisa jadi Moms memiliki kerabat atau teman dengan keluarga yang menderita autisme. Berbeda dari beberapa tahun yang lalu, gejala autisme memang sudah cukup dikenal banyak orang, Moms. 

Kini pun sepertinya semakin banyak anak yang menderita autisme. Apakah benar? Dalam rangka Hari autisme Sedunia yang jatuh pada 2 April, mari kita mengenal lebih dalam tentang autisme.

Tentang autisme

Autisme, atau “Autism Spectrum Disorder” (ASD)  atau Gangguan Spektrum Autisme (GSA) adalah gangguan perkembangan neurologis (neurodevelopmental disorder) yang sangat kompleks pada anak. Biasanya gejala sudah terlihat sejak usia dini dan sudah dapat didiagnosa pada usia 3 tahun.

Gangguan perkembangan ini mempengaruhi :

  1. Kemampuan untuk melakukan interaksi sosial (tidak tertarik untuk berinteraksi).
  2. Kemampuan berkomunikasi (berbicara dan berbahasa, kemampuan melakukan dan memahami komunikasi verbal dan nonverbal). 
  3. Perilaku (biasanya memiliki minat obsesif, menunjukkan tingkah laku berulang dan seperti hidup dalam dunianya sendiri).

Mengapa memakai istilah“Spektrum”? Moms, ini  karena tidak ada satupun anak dengan autisme yang memiliki kondisi persis sama. Autisme itu pun bisa dalam derajat yang parah (severe) sampai dengan ringan (mild). Ciri dari anak dengan autisme itu juga berlainan untuk tiap-tiap anak, demikian juga kemampuan akademis, sosial dan inteligensinya. Nah, oleh karena tidak ada satu patokan tertentu (karena faktor-faktor tersebut di atas), autisme disebut sebagai spektrum.

Apakah Semakin banyak?

Kecenderungan angka kejadian ASD semakin meningkat secara global, termasuk di Indonesia. Data Center for Desease Control and Prevention (CDC, 2018) menyebutkan bahwa prevalensi kejadian penderita autism meningkat dari 1 per 150 populasi pada tahun 2000 menjadi sebesar 1 per 59 pada tahun 2014. ASD lebih banyak menyerang anak laki-laki, dengan prevalensi 1:37, sedangkan pada anak perempuan 1: 151. 

Merujuk pada data prevalensi tersebut, Indonesia yang memiliki jumlah penduduk sebesar 237,5 juta dengan laju pertumbuhan penduduk 1,14%, maka diperkirakan memiliki angka penderita ASD sebanyak 4 juta orang.

Autisme bisa diderita siapa pun. Bukan merujuk pada suku, ras, agama maupun status sosial, seperti pendidikan, pekerjaan, kekayaan maupun kesehatan jasmani orang tua. 

Walaupun jumlahnya kian meningkat, ASD bukanlah wabah ya Moms…. Jumlah yang meningkat ini mungkin dengan semakin banyak penyadaran orang tua, karena pengetahuan bertambah tentang ASD di berbagai media. Orang tua masa kini pun lebih peduli untuk menilik perkembangan anaknya. Dulu, anak dengan ASD seringkali dijauhi karena dicap ‘nakal’, bahkan ada yang menyebutnya mengalami gangguan jiwa. Sehingga, orangtua memilih menyembunyikannya dan tidak terdiagnosis. 

Di samping itu, memang tingkat terjadinya ASD pada anak-anak semakin tinggi, diperkirakan juga  karena tingginya polusi lingkungan, tambahan kimiawi pada makanan dan minuman. 

Penyebab autisme

Sampai saat ini penyebab ASD masih belum dipahami secara lengkap. Diduga penyebab ASD bersifat multifaktor, yang merupakan kombinasi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. 

Peran faktor genetik ditunjukkan adanya peningkatan kejadian ASD pada anak laki-laki, anak kembar identik, maupun pada anak yang mengalami kelainan bawaan seperti sindroma Fragil X. 

Sementara untuk faktor risiko lingkungan bisa menjadi pemicu ASD, untuk kondisi  seperti ini:

  • Usia orang tua lanjut pada saat konsepsi atau pembuahan, baik dari ibu dan ayah
  • Penyakit ibu selama kehamilan
  • Prematuritas ekstrim
  • Berat badan lahir sangat rendah dan kesulitan selama kelahiran, terutama yang melibatkan kekurangan oksigen untuk bayi
  • Paparan tingkat tinggi pestisida dan polusi udara terhadap Ibu.

Nah, satu hal yang pasti adalah penelitian membuktikan tidak ada hubungan antara vaksin dengan ASD. Hal ini berarti bahwa vaksin bukan sebagai penyebab timbulnya ASD. Jadi, Moms jangan takut melakukan vaksin untuk si Kecil ya….

^IK