Disahkannya Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada Selasa, 12 April 2022 oleh DPR  merupakan berita gembira bagi Moms dan keluarga. UU TPKS ini bisa menjadi perlindungan bagi Moms dan si Kecil di tengah kasus pelecehan dan kekerasan seksual yang semakin meningkat. 

Apa sajakah pasal penting yang perlu Moms dan keluarga ketahui. Simak ya…

Perluasan tindak pidana kekerasan seksual dari fisik, non fisik hingga basis elektronik

Ada 19 jenis tindak pidana kekerasan seksual yang dikelompokkan dalam dua ayat. Dalam Pasal 4 ayat 1 ada sembilan kekerasan seksual yang merujuk pada UU TPKS, yaitu: 

  • Pelecehan seksual non-fisik
  • Pelecehan seksual fisik
  • Pemaksaan kontrasepsi
  • Pemaksaan sterilisasi
  • Pemaksaan perkawinan
  • Penyiksaan seksual
  • Eksploitasi seksual
  • Perbudakan seksual
  • dan kekerasan seksual berbasis elektronik.

Kelompok berikutnya itu ada pada Pasal 4 ayat 2 yang merupakan kekerasan seksual yang pidananya merujuk pada undang-undang lain, di antaranya: 

  • Pemerkosaan
  • Perbuatan cabul
  • Persetubuhan terhadap anak
  • Perbuatan cabul terhadap anak dan/atau eksploitasi seksual terhadap anak
  • Perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban
  • Pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual
  • Pemaksaan pelacuran
  • Tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk eksploitasi seksual 
  • Kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga
  • Tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana kekerasan seksual.

Perkara tidak boleh ditolak

Bila Moms atau anggota keluarga lainnya mengalami kekerasan seksual segera laporkan. Pelaporan ini bisa melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA),  unit pelaksana teknis dan unit pelaksana teknis daerah di bidang sosial, Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan/atau kepolisian,

Bila melaporkan ke kepolisian, maka kepolisian wajib menerima laporan di ruang pelayanan khusus yang menjamin keamanan dan kerahasiaan korban.

Perlindungan korban

Berbagai perlindungan diberikan kepada korban tindak pidana kekerasan seksual (Pasla 42 – 48 UU TPSK), antara lain: 

  • Dalam waktu paling lambat 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak menerima laporan tindak pidana kekerasan seksual, kepolisian dapat memberikan Pelindungan sementara kepada korban dari pelaku. Dan, mengajukan permintaan Pelindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi (LPSK), yaitu lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan pelindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan/atau
  • Penetapan pembatasan gerak pelaku, baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu maupun pembatasan hak tertentu dari pelaku. Penetapan ini dilakukan oleh hakim. 
  • Penghapusan dan/atau pemutusan akses informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan tindak pidana kekerasan seksual.

Melindungi korban revenge porn

Aturan ini berpotensi menyelamatkan korban revenge porn yang kerap dikriminalisasi UU ITE Pasal 27 ayat 1 tentang kesusilaan. Sebab, ada pemisahan mana pelaku dan mana korban. Ini terdapat dalam Pasal 14 UU TPKS.

Revenge porn ini biasanya pemaksaan atau ancaman terhadap seseorang (umumnya perempuan) untuk menyebarkan konten asusila melalui dunia maya. Bentuknya bisa berupa Rekaman suara, foto atau video yang dibuat oleh pasangan yang biasanya memiliki hubungan intim dengan pengetahuan atau persetujuan orang tersebut, atau dapat dibuat tanpa sepengetahuannya

Perkara tidak boleh diselesaikan dengan restorative justice

Restorative justice ini merupakan penyelesaian perkara yang menitikberatkan pada kondisi terciptanya keadilan dan keseimbangan bagi pelaku tindak pidana dengan korban. Prakteknya, dilakukan mediasi di luar pengadilan, misalnya dengan penggantian sejumlah uang ganti rugi. Praktek ini tidak boleh dilakukan lagi (Pasal 23 UU TPKS).  

Pelaku tidak hanya dikenai pidana dan denda 

Dalam Pasal 11, dijelaskan bahwa selain pidana penjara dan pidana denda, pelaku TPKS dapat dijatuhi  pidana tambahan berupa: 

  • Pencabutan hak asuh anak atau pengampunan 
  • Pengumuman identitas pelaku 
  • Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, 

Pemaksaan perkawinan bisa dipidana

Bila Siti Nurbaya masih hidup dia akan tersenyum bahagia dengan Pasal 10 UU TPKS ini. Karena perkawinan paksa atas nama budaya dilarang, begitu pula perkawinan anak. Dan, praktek mengawinkan korban dan pelaku pemerkosaan pun dipidana. Sanksinya: maksimal 9 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp200 juta.

Korporasi bisa ditetapkan sebagai pelaku kekerasan seksual

Memperluas pelaku TPKS bisa merupakan Korporasi, yaitu Korporasi adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum yang melakukan tindak pidana kekerasan seksual. Ketentuan ini ada di dalam pasal 18 UU TPKS. 

Keterangan saksi/korban dan 1 alat bukti sah sudah cukup tetapkan terdakwa bersalah

Ketentuan ini ada di dalam Pasal 25 UU TPKS. Ketentuan Ini berbeda dengan kasus pidana umumnya yang mensyaratkan dua alat bukti sah sebelum menetapkan tersangka.

Korban berhak atas pendampingan

Selain berhak atas restitusi dan layanan pemulihan, dalam Pasal 26 – 27 UU TPKS juga dijelaskan bahwa korban kekerasan seksual berhak atas pendampingan. Nantinya, UPTD PPAD atau lembaga penyedia layanan wajib memberikan pendampingan dan layanan yang dibutuhkan kroban serta membuat laporan kepolisian.

Korban berhak mendapat restitusi dan layanan pemulihan

Restitusi diatur didalam Pasal 30 -  UU TPKS. Restitusi ini berupa:

  1. Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan
  2. Ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibat tindak pidana kekerasan seksual
  3. Penggantian biaya perawatan medis dan/atau psikologis 
  4. dan/atau ganti kerugian atas kerugian lain yang diderita korban sebagai akibat tindak pidana kekerasan seksual.

Terpidana kekerasan seksual wajib membayar ganti rugi atau restitusi kepada korban. Negara juga berhak menyita kekayaan terpidana. Apabila kekayaan terpidana tak cukup untuk membayar restitusi, makan negara yang wajib membayarkan kompensasi pada korban, menggunakan skema Dana Bantuan Korban. 

Begitu banyak perlindungan yang diberikan UU TPKS. Jadi bila Moms atau keluarga mengalami, melihat atau mendengar kejadian kekerasan seksual, jangan takut melapor. Laporan ini berharga untuk mencegah kejahatan ini merajalela!

^IK