Tanggal 21 April menjadi salah satu hari penting bagi kaum perempuan Indonesia karena di hari itu lahir tokoh perempuan penting untuk pergerakan emansipasi di Indonesia, yaitu Raden Ajeng Kartini. Tepatnya beliau lahir di Jepara, pada tanggal 21 April 1879.

Moms, di hari ini biasanya sekolah si Kecil mengadakan acara karnaval atau peragaan busana dengan kebaya. Memang RA Kartini digambarkan anggun dengan kebayanya. Namun, selain keanggunannya, beberapa hal sikap RA Kartini ini  perlu Moms bagikan kepada putri Kecil Moms untuk menjadi teladan bagi dirinya: 

Senang menggali ilmu pengetahuan

Usia 12 tahun, RA Kartini tidak bebas lagi menikmati masa sekolah. Ia harus menjalani masa pingitan untuk belajar tatakrama sebagai bangsawan sejati. Cita-citanya untuk melanjutkan sekolah di Hogore Burger School (HBS) pun kandas. 

Kecewa? Pastinya. Tapi, kekecewaan itu tidak memupuskan semangat RA Kartini tetap memperkaya wawasan di rumahnya. Ia tetap memperkaya ilmu dan pengetahuan dunia luar dengan membaca  koran, buku, dan majalah dalam maupun luar negeri dengan tema sastra, sosial, hingga politik.

Selama dipingit, Kartini dan para adiknya juga belajar menggambar, membatik, memasak, bermain piano, dan bahasa Belanda. Dikutip dari buku Kartini: The Complete Writings 1898-1904, ‎Joost Coté, (2014:5),ia juga memperluas wawasan melalui surat-menyurat dengan teman-temannya di Belanda, seperti Estella Zeehandelaar dan Rosa Abendanon.

Di sini Moms bisa mengatakan kepada si Kecil bahwa dia harus semangat belajar di tengan begitu banyak kesempatan untuk menuntut ilmu. Apalagi, kemudahan menggali ilmu saat ini dipermudah dengan adanya era digital.

Pantang Menyerah

Ketika kecil, RA Kartini diberikan kesempatan oleh ayahnya untuk menerima pendidikan Barat dan menguasai Bahasa Belanda. Ia bersekolah  di Europeesche Lageree School atau Sekolah tingkat SD di Jepara yang kebanyakan berisi anak-anak pejabat Hindia-Belanda.

Ketika bersekolah ini RA Kartini kecil  merasakan diskriminasi, bukan dari teman-temannya, melainkan justru dari para guru-guru yang memperlakukan keturunan Belanda lebih istimewa daripada anak keturunan pribumi. Ia sering diejek guru-guru Belanda akibat memiliki kulit yang berwarna. Meski begitu, beliau tetap rajin dan bersemangat untuk belajar dan maju bersama murid-murid Belanda lainnya.

Demi memajukan kaum wanita, RA Kartini membuka sekolah untuk anak-anak perempuan di sekitar rumahnya dan mengajarkan mereka untuk membaca, berhitung, menulis, bernyanyi, dan aneka keterampilan lainnya. Padahal ia masih dalam masa pingitan. Hingga akhirnya melihat kegigihan ini sang ayah mengizinkannya  untuk membuka sekolah bagi masyarakat di pendopo kabupaten.

Saat ia dilamar, RA Kartini menjadikan  pembukaan sekolah khusus perempuan dan anak-anak sebagai syarat pernikahan. Ia akan mau menikah jika sekolah tersebut tetap boleh dilanjutkan. Pada zaman itu bolah dikatakan tidak ada perempuan yang berani mengajukan syarat bila dilamar. Untunglah, keinginanya itu dikabulkan. Sang suami mengizinkannya untuk membangun sekolah di sebelah timur pintu gerbang kompleks kantor Kabupaten Rembang.

Dari kisah ini Moms bisa mengajarkan kepada si Kecil bahwa di dalam hidup ini mungkin saja akan mengalami hambatan atau kendala. Namun, jangan dijadikan penghalang untuk melakukan yang terbaik untuk diri sendiri dan orang lain di sekitar. Dengan usaha dan tekad besar semua kendala akan teratasi. 

Berani berpendapat

RA Kartini dibesarkan yang memperlihatkan kedudukan wanita sangat dipengaruhi oleh feodalisme (kebangsawanan) dan dikungkung adat. Jangankan menyuarakan pendapat, bahkan mengeluarkan suara dan tertawa pun diatur ‘volume’nya dan caranya. Cukup seperlunya. 

RA Kartini berkisah "Kami anak-anak perempuan tidak boleh mempunyai pendapat, kami harus menerima dan menyetujui serta mengamini semua yang dianggap baik oleh orang lain. Bahwa tahu, mengerti, dan menginginkan itu dosa bagi anak perempuan".

Sejak dipingit, ia pun tidak boleh bersekolah maupun  keluar rumah. Meski kondisi sudah menguncinya, tapi tidak mengunci pemikiran RA Kartini. Berkat bacaan buku-buku Belanda yang dikirim oleh sang kakak dan keluarga Belanda kenalannya itu memperkaya perspektif RA Kartini untuk memperjuangkan nasib kaum perempuan pribumi untuk mendapatkan hak yang setara dengan lelaki, baik dalam pendidikan, berpendapat, hingga pengambilan keputusan.

Buku bacaannya tergolong dari karya sastra feminis dan anti perang, seperti Goekoop de-Jong Van Beek, Berta Von Suttner, Van Eeden, hingga Max Havelaar karya Multatuli yang menceritakan ketidakadilan dari cultuurstelsel/tanam paksa kopi. 

Ia memulai kesetaraan dari lingkungan terdekatnya, Moms. RA Kartini misalnya melarang adik-adiknya Roekmini dan Kardinah berjalan jongkok di depannya, menyembah, dan berbahasa kromo inggil. Ia mengajak bicara bahasa ngoko, bahasa sehari-hari, saja.  Ia pun menularkan pemikiran tentang kesetaraan kepada adik-adiknya. 

Hingga akhirnya, setelah 6 tahun dipingit, Kartini dan adik-adiknya dibebaskan sang ayah dari pingitan. Mereka pun diperbolehkan keluar rumah, dan bebas mengajar kaum wanita di luar likungan rumah mereka. 

Dari penggalan cerita ini Moms bisa mengajarkan si Kecil bahwa ia memiliki kebebasan mengeluarkan pendapat untuk sebuah kebaikan dan kebenaran. Namun, Moms perlu juga mengajarkan si Kecil cara mengutarakan pendapat dengan sopan.

Sederhana dan rendah hati

Terlahir sebagai keturunan bangsawan tidak membuat RA Kartini lantas menyombongkan dirinya dan hidup berfoya-foya. Ia tetap berlaku sederhana. 

Diskriminasi yang ia terima di rumah maupun di sekolah, seperti setiap pagi sebelum mulai pelajaran, anak-anak dibariskan kemudian dipanggil berdasarkan warna kulitnya dan kedudukan orang tuanya dalam susunan kepagawaian serta susunan status sosial Hindia Belanda, tetap tidak memengaruhi dirinya. Ia tidak memilah-milah dalam berteman. Bergaul dengan kalangan mana pun. Itu sebabnya, ia dikenal memiliki banyak teman. 

Sikap RA Kartini bisa Moms bagikan si Kecil agar ia pun berlaku sama terhadap pertemanannya. Tak ada gunanya berlaku sombong dan memilih-milih dalam berteman. Karena,  justru membuat si Kecil akan dijauhi dalam pergaulan bersama teman-temannya.

Nah, demikian sepenggal kisah RA Kartini yang semoga bisa memberikan inspirasi bagi Moms untuk membaginya dengan si Kecil. Selamat hari Kartini…

^IK