Rasanya masih segar di ingatan ketika terbongkarnya kasus fetish seorang mahasiswa yang memanipulasi korban agar mau mengirimkan foto ketika sedang dibedong alias “dibungkus” kain jarik, dengan dalih untuk tugas kuliah. Nah, baru-baru ini media sosial Twitter kembali dikejutkan dengan pengakuan seorang korban fetish lain, yaitu fetish kaus kaki. Pelaku meminta, bahkan memaksa korban untuk mengirimkan foto kakinya yang sedang memakai kaus kaki. Ia juga mengarahkan pose tertentu pada kakinya. 

Baca Juga : Waktu yang Tepat Saat Berhubungan

Tertarik pada benda mati

Fetish sendiri merupakan ketertarikan seksual yang intens pada benda mati atau ke bagian tubuh yang umumnya tidak dianggap seksual, seperti pakaian dalam, kostum hewan, termasuk kain jarik, dan kaos kaki pada kasus di atas, Moms.

Orang-orang yang memiliki fetish mendapatkan kepuasan seksual ketika memegang, menggosok, mencium objek fiksasi, atau meminta pasangannya untuk menggunakan benda tersebut. Beberapa orang ini bahkan tidak akan merasa terangsang dengan cara lain, hanya dengan stimulus fetish-nya ini. Itulah mengapa, mereka akan melakukan segala cara, termasuk memanipulasi orang lain, untuk mendapatkan kepuasan seksual yang “tidak biasa” ini, Moms.

Definisi normal dalam seks, menurut terapis seks Dr. Ian Kerner, adalah memiliki fleksibilitas dalam gairah dan apa yang merangsang gairah seksual, justru ketika seseorang terpaku pada satu rangsangan, alias hanya satu hal yang dapat merangsangnya secara seksual, itulah yang disebut fetish, misalnya hanya terangsang pada rambut panjang.

Terapis hubungan, Dr. Barry McCarthy, menyebut bahwa fetish adalah hal yang normal dan merupakan variasi dari perilaku seksual, dengan catatan, tidak ada pemaksaan dari pihak mana pun, tidak melibatkan anak-anak, tidak melakukannya di depan umum, atau tidak diiringi dengan perilaku self-destructive.

Baca Juga : Bolehkah Berhubungan Seks Saat Hamil?

Pengalaman masa kecil 

Beberapa ahli percaya bahwa fetish disebabkan oleh pengalaman di masa kecil, bisa berupa persepsi terhadap suatu objek yang dikaitkan dengan bentuk gairah atau kepuasan seksual, atau pernah menjadi korban atau saksi perilaku seksual yang tidak pantas sehingga ada proses peniruan hingga dewasa.

Beberapa orang menerima kondisi fetish mereka dengan mencari pasangan yang menerima dan memahami preferensi mereka. Inilah yang disebut consent atau dengan persetujuan kedua pihak, Moms. Pada kasus di atas, pelaku mengelabui dan menipu korbannya dengan cara tertentu untuk mendapatkan kepuasan seksual. Inilah yang dimaksud perilaku menyimpang karena merugikan salah satu pihak.

Dari sisi orang yang memiliki fetish, ketika fetish tersebut membuat tertekan, baik diri sendiri atau pasangan, melakukan konseling dengan ahli atau terapi perilaku kognitif mungkin dapat dicoba. Pada intinya, ketika preferensi seksual dilakukan dengan persetujuan dan menguntungkan kedua pihak, serta tidak menghalangi hubungan pribadi dan kehidupan sehari-hari, fetish tersebut tidak masuk ke dalam perilaku seksual menyimpang. Namun, ketika Moms mendeteksi adanya pemaksaan, manipulasi, dan perasaan dirugikan, fetish tersebut sudah masuk ranah penyimpangan. Walau belum ada payung hukum yang melindungi korbannya di Indonesia, setidaknya laporkan ke perlindungan perempuan atau LSM terkait.

Baca Juga : Promil: Berhubungan Sebaiknya Seberapa Sering?