Menjaga kesehatan mental sama pentingnya dengan menjaga kesehatan fisik, Moms. Tak hanya pada orang dewasa, ketidakseimbangan mental juga dapat didiagnosis pada anak-anak. 

Tidak bisa dipandang sebelah mata, mental yang terganggu pada seseorang, termasuk si Kecil, dapat memengaruhi caranya berpikir, emosi, hingga perilaku. Ada banyak jenis gangguan mental, seperti depresi, kecemasan, Obsessive Compulsive Disorder (OCD), dan lain-lain, masing-masing memiliki gejala, tanda, dan perawatan yang berbeda. 

Gejala depresi

Mengenali depresi, dalam hal ini pada anak, tidak semudah mendiagnosis penyakit fisik, seperti flu dan batuk, Moms. Gejala depresi tiap anak berbeda dan seringnya tidak terdeteksi dan tidak ditangani karena dianggap sebagai perubahan emosional dan psikologis yang normal. Gejala umum depresi ditandai dengan kesedihan, perasaan putus asa, dan perubahan suasana hati.

Secara khusus, gejala depresi pada anak-anak di antaranya adalah cepat marah, merasa sedih dan putus asa yang terus-menerus, menarik diri dari lingkungan sosial dan semakin sensitif terhadap penolakan. Gejala lainnya yang terlihat adalah perubahan pada nafsu makan (meningkat atau menurun), perubahan dalam pola tidur (sulit tidur atau tidur berlebihan), meledak dan menangis, kesulitan konsentrasi, kelelahan dan tingkat energi rendah, keluhan fisik (misalnya sakit perut atau kepala) yang tidak membaik setelah minum obat. Menurunnya ketertarikan pada acara atau kegiatan di rumah, bersama teman di sekolah, ekstrakurikuler, dan hobi atau minat lainnya, merasa tidak berharga dan bersalah, hingga muncul pikiran tentang kematian atau bunuh diri, menjadi tanda depresi yang perlu mendapat perhatian lebih.

Faktor kombinasi 

Bila Moms menyadari perubahan yang signifikan pada perilaku si Kecil berdasarkan tanda-tanda di atas, baiknya segera jadwalkan konsultasi pada psikolog anak untuk menentukan diagnosa dan perawatan selanjutnya bagi si Kecil. 

Depresi pada anak, sama halnya pada orang dewasa, bisa disebabkan oleh berbagai faktor dan kombinasi faktor-faktor tersebut. Hal-hal yang meningkatkan risiko depresi pada anak adalah masalah keluarga, perundungan, pelecehan fisik, emosional, atau seksual, trauma pada kejadian yang pernah dialami, riwayat/sejarah keluarga, lingkungan, genetik, dan gangguan biokimia dalam otak. 

Terkadang depresi dipicu oleh satu kejadian sulit, seperti perceraian orangtua, kehilangan, atau masalah di sekolah dengan anak lain. Perlu Moms garis bawahi depresi bukanlah suasana hati yang berlalu begitu saja, bukan pula kondisi yang akan hilang sendirinya tanpa pengobatan yang tepat. Depresi perlu penanganan seperti sakit fisik.

Ajak bicara

Anak dengan riwayat keluarga yang mengalami depresi berisiko lebih tinggi mengalami depresi juga, ia cenderung lebih cepat mengalami depresi tahap pertama dibanding anak-anak yang orang tuanya tidak depresi. Begitu pula anak yang tumbuh di keluarga yang berkonflik dan bermasalah.

Sebagai orang terdekat dan tempat pertolongan pertama bagi anak, inilah pentingnya posisi Moms untuk selalu mendengarkan dan berbicara dengan anak mengenai emosi dan perasaan yang dialaminya. Katakan kepadanya bahwa Moms  Moms peduli dan selalu ada jika ia membutuhkan Moms. Setidaknya ia tidak menanggung kesulitannya sendiri, bahwa ia disayangi oleh Moms dan keluarganya. Hal ini mesti dibuktikan pula dengan budaya dan kebiasaan keluarga yang sehat, tidak membuat anak-anak tertekan dan memicu munculnya depresi.