Apa sih toilet training? Toilet training adalah serangkaian proses mengajarkan si Kecil untuk mengenali tanda-tanda tubuhnya ketika ingin buang air kecil atau besar, dan menggunakan toilet pada waktu yang tepat. 

Kapan ya waktu yang tepat untuk memulai toilet training? Sebenarnya tidak ada jawaban absolut untuk pertanyaan ini,  karena kesiapan setiap anak berbeda-beda. Namun, pada umumnya, anak-anak di bawah usia 1 tahun belum mempunyai kontrol terhadap keinginan buang air kecil maupun besar. Sekitar usia 12-18 bulan, anak akan punya sedikit kontrol. Nah, biasanya, pada usia 24-30 bulan,  anak mulai memiliki kontrol yang baik, sehingga rata-rata orangtua bisa memulai toilet training pada saat usia anak 27 bulan. 

Saya pribadi memulai proses toilet training K pada usia 27 bulan. Saat itu K sudah mulai menunjukkan tanda-tanda kesiapan toilet training, antara lain: 

-Bisa jalan dengan baik menuju kamar mandi 

-Sudah mengerti bedanya pipis dengan pup 

-Sudah bisa didudukkan di toilet dengan aman 

-Mulai senang meniru orangtuanya dan penasaran dengan aktivitas toilet orang tuanya 

-Senang dipuji ketika sukses melakukan sesuatu 

-Popoknya mulai kering minimal selama 2 jam 

-Mulai risih dengan popok yang basah atau kotor 

Sebelum memutuskan untuk melepas total popoknya, saya menjelaskan lebih dulu pada K, soal konsep najis dan kenapa dia tidak memakai popok lagi. Saya bilang padanya bahwa dia sudah besar, dan anak besar tidak memakai popok lagi, tapi memakai celana dalam. Saya juga memaparkan padanya bahwa rumah kami itu suci, dan tidak boleh terpapar najis. Saya menjelaskan secara sederhana bahwa apabila ada area rumah terkena najis maka kita jadi tidak bisa salat di situ. Makanya, untuk menjaga rumah tetap suci, K harus pipis dan pup di toilet, bukan di celana.  

Saya juga memberikan petunjuk pada K, jika kemaluannya terasa geli maka itu artinya dia harus pipis, dan jika perutnya terasa sakit atau mulas, itu artinya dia harus pup. Apabila dia merasakan dua hal itu, saya memintanya untuk bilang pada saya atau ayahnya agar membawanya ke kamar mandi dan katakan mau pipis atau pup. Tidak lupa saya ingatkan, apabila dia keburu bocor, dia harus tetap diam di tempat agar najisnya tidak berceceran dan supaya dia tidak terpeleset.  Penjelasan  ini saya ulang-ulang pada K sembari saya mulai mencicil belanja celana dalam, training pants, sprei anti air, potty seat, dan perlak. 

Setelah persiapan 'amunisi' dan mental saya cukup, saya pun memulai melepas popok K pada siang hari. Memang tidak langsung lancar, tapi ternyata proses toilet training tidak semengerikan yang saya kira. Ketika saya melaksanakannya tanpa ekspektasi yang tinggi,  dan tanpa tekanan, prosesnya justru menjadi lebih lancar. 

Setelah proses training siangnya cukup mulus, baru saya memberanikan diri melepas popoknya pada malam hari. Sekarang, K sudah tidak mengenakan popok sama sekali, dan anggaran belanja popok sekali pakai bisa dialokasikan ke kebutuhan yang lain. Masih ada satu dua malam yang berakhir dengan ompol, tetapi hal ini masih wajar, karena mayoritas anak berhenti total mengompol malam hari pada usia 4 atau 5 tahun. Nah, bagaimana dengan Moms, sudah siap memulai toilet training si Kecil?