Sesibuk apa pun keseharian Moms, perawatan wajah tentunya tidak pernah dilewatkan. Siapa sih yang tak ingin kulit wajahnya terlihat bersih dan mulus bak pemain drama korea?

Bisa jadi Moms memang tidak melakukan perawatan khusus ke klinik kecantikan wajah, tapi berapa banyak Moms menghabiskan uang untuk membeli berbagai produk perawatan wajah, termasuk pencerah kulit? Tentunya tidak sedikit ya, Moms. 

Merawat kulit, tapi justru merusak

Rasanya tak seorang pun, termasuk Moms, yang melakukan perawatan kulit dengan niat merusaknya. Pasti inginnya mendapatkan perawaran terbaik untuk kulit Moms yang berharga. Namun dalam banyak kasus, yang terjadi malah sebaliknya, Moms. Alih-alih menyehatkan, perawatan kulit malah merusak kulit. Kenapa? Ini alasannya Moms: 

Perbaiki pola pikir

Merawat kulit bukan sekadar membeli produk dan melakukan perawatan atau  bahkan mendatangi klinik kecantikan. Bila ingin merawat kulit agar sehat, Moms perlu membuat pola pikir yang sehat. Kesalahan dalam pola pikir dapat membuat niat baik untuk merawat kulit justru akhirnya berujung merusak kulit. Apa sajakah pola pikir yang perlu diperbaiki? Perpetua Neo, seorang psikolog kecantikan di Amerika Serikat menyarankan untuk memperbaiki beberapa hal ini: 

  1. Tidak spesifik dalam maksud dan tujuan

Neo mengatakan bahwa banyak orang, sering  jatuh ke dalam perangkap menginginkan perfeksionisme secara luas dan menyeluruh untuk kulit mereka. Menginginkan kulit tanpa pori, tidak ada kerutan, dan tampak cerah. 

Boleh-boleh saja Moms berharap kulit Moms seperti itu sehingga siap merogoh uang dalam yang untuk mencapainya. Tapi, keinginan untuk mencapai kulit yang langsung menjadi perfek justru akhirnya membuat Moms terjebak dalam membuat pilihan yang salah dalam perawatan kulit yang cerdas, masuk akal, dan terinformasi. 

Sebaiknya menurut Neo, lakukan dulu identifikasi permasalahan utama kulit Moms. Setelah mengidentifikasi masalah kulit Moms yang utama, seperti flek hitam di pipi, jerawat batu di dagu, bercak kering di sekitar hidung, baru  satu demi satu ini masalah ini dibenahi. Nah, dengan demikian  Moms bisa mendapatkan produk dan teknik yang tepat untuk mengatasinya

  1. Tidak menetapkan batas

Setiap hari tanpa disadari kita diterpa standar kecantikan orang lain, misalnya kulit yang bagus itu harus sehalus kulit artis A, atau warna kulitnya harus secerah youtuber X. Akhirnya Moms kehilangan pandangan tentang hal penting untuk kulit Moms sendiri. Padahal, pada dasarnya kulit setiap orang itu unik.  

Perlu Moms ketahui pula yang  terekpos di berbagai media dan media sosial belum tentu kenyataannya seperti itu. Teknik make up yang kian berkembang, serta filter dan mengedit foto, tentunya sangat membantu para selebriti maupun infleuncer untuk menampilkan wajahnya sesempurna mungkin. 

Jadi, luangkan waktu untuk menguraikan apa tujuan Moms sendiri, dan kemudian pertahankan dengan menetapkan batasan. Untuk itu, Neo menyarankan pentingnya bagi Moms untuk membuat tujuan sebelum melakukan perawatan kulit. Dan, pertahankan tujuan ini dengan menetapkan batasan. Misalnya, “Saya tidak ingin botox, saya tidak ingin filler.”

Ketika Moms menetapkan batasan, Moms memberi tahu secara langsung atau tidak langsung, misalnya kepada dokter/perawat di klinik kecantikan, bahwa perawatan kulit yang  Moms inginkan itu jangan sampai membuat 'hubungan yang tidak sehat' dengan kulit akibat perlakuan yang ekstrem terhadap kulit. 

Neo menyarankan ada baiknya bagi Moms yang ingin melakukan perawatan kulit mengikuti selebriti atau influencer yang memberikan contoh percaya diri dengan kecantikan wajah yang alami. Bukan mereka yang menampilkan kecantikan yang tidak realistis. 

  1. Hanya melihat hal-hal buruk

"Kita lebih cenderung melihat kesalahan dalam diri kita sendiri daripada orang lain", perilaku ini menurut Neo akhirnya menggiring banyak wanita melakukan pilihan salah dalam merawat wajah. 

Cemas karena wajah berjerawat, atau wajah memiliki bintik-bintik hitam atau wajah berminyak dan kusam, membuat kita bersedia melakukan apa pun agar kesalahan di wajah itu hilang. Dalam tingkat yang lebih parah, ada yang  menganggap masalah di wajah ini menjadi penyebab ia kurang disukai dalam pergaulan sosial, atau tampilannya di sosial media. 

Padahal, menurut Neo, kebanyakan orang itu sangat jarang fokus dalam 'kesalahan' di wajah orang lain. Wajah Moms sedikit kusam, tidak menjadi masalah di mata mereka. Kecuali jika kusam Moms ini disertai ekspresi keletihan. Itu pun bisa jadi bukannya menganggap wajah Moms buruk, tapi mungkin mereka cemas karena Moms dinilai kelelahan atau sedang sakit. 

Terlalu fokus pada kesalahan wajah ini akan mendorong Moms ke dalam perawatan yang berpotensi merusak kulit. Misalnya untuk untuk wajah kusam, Moms bolak-balik melakukan perawatan pengelupasan  dengan scrubbing dan chemical peeling hingga epidermis kulit menipis. Atau bisa pula Moms terjebak dengan memakai berbagai pemutih kulit.