Semua orang pernah tersulut amarah, termasuk juga si Kecil, Moms. Sebenarnya kemarahan adalah emosi normal dan sehat jika diungkapkan dengan tepat. Masalahnya, beberapa anak mudah sekali naik darah, Moms. Setiap kali bermain, ada saja yang membuatnya bertengkar dan marah.  Bila diajak berkomunikasi, seringkali menjawab dengan nada tinggi dan  mengajak adu debat.  

Nah, jika si Kecil kerap bertengkar dan mudah sekali mengumbar kemarahan, jangan Moms diamkan saja. Mungkin Moms membutuhkan bantuan dari profesional kesehatan mental untuk membantu si Kecil mengelola emosi tinggi dan kemarahannya.

Ada apa di balik kemarahan anak?

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan anak merasa marah atau mengekspresikan kemarahan dengan cara yang agresif. Emosional yang terpendam dan tidak tidak terselesaikan, mungkin bisa menjadi akar penyebab. Kesedihan terkait pertengkaran (yang terbuka dan sering terjadi),  perceraian orang tua  atau kehilangan orang yang dicintai, bisa menjadi akar masalahnya. Riwayat trauma atau mengalami intimidasi juga dapat menyebabkan kemarahan.

Masalah kesehatan mental juga dapat dikaitkan dengan ledakan kemarahan. Anak-anak dengan depresi, kecemasan, gangguan membangkang oposisi (oppositional defiant disorder), atau hiperaktif (Attention Deficit Hiperactivity Disorder(ADHD)) juga kesulitan untuk mengelola emosi mereka.

Namun, ada pula anak yang mudah marah tanpa ada masalah keluarga/lingkungan atau kesehatan mental. Beberapa anak ini bisa jadi  memiliki toleransi yang lebih rendah untuk frustrasi daripada anak  lainnya.

Tanda-tanda anak  butuh bantuan

Beberapa anak tampaknya dilahirkan dengan sumbu pendek, Moms. Mereka mungkin tidak sabar, tidak toleran, atau agresif ketika mereka tidak bahagia. Berurusan dengan perilaku yang tidak terduga dapat membuat seluruh keluarga stress juga ya, Moms

Meskipun wajar bagi balita untuk mengamuk,  atau  anak-anak prasekolah terkadang menyerang secara agresif, penting bagi Moms untuk mengawasi perilaku si Kecil yang berbeda dari perilaku masa kanak-kanak yang normal. Berikut beberapa sinyal yang mungkin menunjukkan si Kecil membutuhkan bantuan profesional untuk mengatasi ‘hobi’ marahnya :

  • Kesulitan menjalin hubungan

Memukul saudara kandung atau menghardik seseorang sesekali adalah normal pada anak kecil. Namun, ketika ledakan kemarahan si Kecil itu mencegahnya mempertahankan persahabatan, atau mengganggu pengembangan hubungan yang sehat dengan anggota keluarga, inilah saatnya untuk mengatasi masalah tersebut.

  • Kehidupan keluarga terganggu

Jika aktivitas harian di rumah terganggu karena perilaku marah si Kecil, itu tidak sehat bagi siapa pun di keluarga. Akibat kemarahannya seringkali acara keluarga menjadi berantakan. Si kecil pun tidak bisa dibujuk atau pun dinasehati untuk menekan kemarahannya, bahkan bila diajak untuk bicara hanya berdua. Jika ini sering terjadi, perilaku si Kecil rasanya perlu diberikan pendekatan dari pihak yang lebih profesional

  • Bersikap agresif

Sikap agresif, seperti memukul atau menendang biasanya baru terjadi di ujung kemarahan yang memuncak.  Tetapi untuk anak-anak dengan masalah kemarahan, memukul sering kali menjadi garis pertahanan pertama. Berjuang untuk memecahkan masalah, menyelesaikan konflik, atau meminta bantuan, bukan cara bagi anak dengan yang kesulitan mengendalikan amarah. 

  • Berperilaku tidak ‘dewasa’

Normal bagi anak usia 2 tahun untuk menjatuhkan diri ke lantai, sambil menjerit atau menangis meraung-raung dan menendang kaki ketika marah. Tapi  itu tidak normal untuk anak berusia 8 tahun. Temper tantrum harusnya berkurang dengan bertambahnya usia si Kecil. 

  • Mudah merasa frustasi

Semakin bertambah umur, si Kecil harusnya meningkatkan kemampuan untuk menoleransi aktivitas yang membuat frustrasi. Nah, jika si Kecil yang sudah masuk usia sekolah dasar tapi masih mudah frustasi seperti sering melempar lego-nya ketika kreasi runtuh atau tersenggol. Atau meremas dan merobek kertas setiap kali membuat kesalahan pada pekerjaan rumah, padahal hanya kesalahan kecil, cobalah mencari  bantuan professional untk membangun toleransi frustrasi bagi anak.

Bila si Kecil memiliki perilaku seperti di atas, Moms jangan segan untuk meminta bantuan profesional kesehatan mental, seperti psikolog atau psikiater anak. Mereka dapat membantu Moms dalam mengajarkan strategi manajemen kemarahan si Kecil. Mereka juga dapat mengatasi masalah mendasar yang mungkin dihadapi si Kecil.

Mulailah dengan berbicara dengan dokter anak tentang kekhawatiran Moms. Dokter anak akan memastikan dulu memang tidak ada masalah medis yang berkontribusi, baru kemudian merujuk kepada profesional kesehatan mental.

Baca Juga : Mendidik Anak Jujur dan Terbuka