Kata-kata adalah senjata. Bagaimana kita menggunakannya bisa memengaruhi banyak hal di sekitar mereka, termasuk anak-anak kita. Banyak di antara kita yang tidak menyadari kekuatan kata dan kemampuannya untuk menorehkan luka di batin anak. Apalagi ketika emosi menguasai, tanpa sadar kita mengucapkan hal-hal yang tidak seharusnya kita ucapkan sebagai orang tua. Tahukah Moms apa saja ucapan orang tua yang mengganggu psikologis anak dan potensial merusak hubungan kita dengan anak? 

”Kamu membuatku marah” 

Dikutip dari laman CNBC, psikoterapis Amy Morin menyatakan ketika kita berkata seperti ini pada anak, kita secara tidak langsung mengajarkan pada anak boleh saja menyalahkan orang lain atas hal yang dia rasakan dan tidak apa kehilangan kendali saat marah. Respons yang lebih sehat adalah dengan tenang menjelaskan baik-baik bahwa kita tidak suka dengan perilakunya beserta alasannya. 

”Semua akan baik-baik saja” 

Hidup tidak melulu berisi pelangi dan hal-hal yang manis. Alih-alih memberikan ilusi bahwa akan selalu ada akhir bahagia untuknya, lebih baik ajarkan anak bagaimana cara menyalurkan emosi kecewanya dan mempersiapkan diri menghadapi kerikil kehidupan. Dengan begitu, anak akan tumbuh menjadi individu yang sanggup dewasa.

Baca Juga : Beri Pujian pada Anak Secukupnya

”Kamu harusnya tidak merasa begitu” 

Ketika orang tua mengucapkan hal seperti ini, anak akan merasa bahwa bukanlah hal yang benar untuk menjadi diri mereka dan mengungkapkan apa yang mereka rasakan. Penyangkalan orang tua seperti ini akan membuat anak menjadi tertutup dan insecure karena dunia tidak lagi menjadi tempat yang aman bagi mereka untuk menjadi dirinya sendiri. Menjadi orang tua bukanlah sebuah pekerjaan yang mudah. Ada banyak ruang untuk melakukan kesalahan dan merusak fitrah dan kestabilan mental anak. Namun, sebagai orang tua kita hanya bisa berusaha yang terbaik yang kita tahu pada saat itu.

Baca Juga : Helicopter Parenting dan Dampaknya Bagi Anak

Kalau Moms adalah orang tua yang sering mengatakan ucapan-ucapan di atas, jangan tenggelam pada fakta bahwa kesalahan telah dilakukan. Tapi, fokuslah pada bagaimana memperbaiki diri agar tidak mengulanginya lagi. Menjadi orang tua yang sadar bukanlah menjadi orang tua tanpa cela yang tidak pernah melakukan kesalahan, namun justru menjadi orang tua yang tidak berhenti melakukan perbaikan.