Kalau anak bersikap baik, otomatis Moms ingin memberi pujian, kan? Wajar kok, karena kita ingin memberi apresiasi untuk mereka. Saat anak-anak diberi pujian untuk perilaku baik, anak akan merasa senang. Perasaan senang itu pula yang dapat membuat anak untuk bersikap baik lagi dan lagi. 

Pujian pada anak meningkatkan harga diri dan kepercayaan diri mereka. Berikan apresiasi ketika mereka menyimpan sepatu ke raknya, merapikan tempat tidur, atau bahkan membantu Moms di dapur. Hal-hal kecil seperti itu layak diberi pujian. Pujian yang dimaksud bukan hanya kata-kata indah tanpa makna. Setiap pujian yang Moms berikan harus bisa membangkitkan perilaku positif dan menghindarkan anak dari perilaku negatif. Ketika anak diberi pujian saat meletakkan sepatu ke rak, dia akan terbiasa untuk hidup rapi. Selain itu anak tidak akan membiarkan sepatunya tergeletak di sembarang tempat sehingga saat dibutuhkan mereka akan langsung mencarinya di rak. Dari satu pujian, Moms akan mendapatkan banyak manfaatnya untuk anak. 

Meski demikian, pujian juga ada dosisnya. Dikutip dari Motherly, Dr. Haim Ginott menyatakan bahwa pujian seperti penisilin (antibiotik). Tidak boleh diberikan secara sembarangan. Ada aturan dan perhatian yang mengatur penanganan obat ampuh—aturan tentang waktu dan dosis. Ada peraturan yang sama tentang administrasi pengobatan emosional. Karena itu, berilah pujian sesuai porsinya, sesuai konteksnya. Tidak boleh kurang, juga tak boleh berlebihan. 

Anak yang kurang dipuji akan merasa tidak percaya diri dan selalu minder. Dia merasa bahwa dirinya tak bisa melakukan apa-apa. Sebaliknya, anak yang terlalu banyak dipuji juga dapat mengakibatkan dirinya takut gagal. Jika gagal, dia merasa tidak akan dipuji lagi. Padahal anak-anak juga harus dikenalkan dengan konsep gagal, bahwa yang terpenting bukanlah hasil akhir dalam melakukan sesuatu melainkan pada prosesnya. 

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang diterbitkan oleh American Psychological Association (APA). Dalam situs APA, Eddie Brummelen, MS, dari Universitas Utrecht di Belanda yang menjadi peneliti utama di atas,  menjelaskan bahwa jenis pujian karena kualitas pribadi, bisa menjadi bumerang. Apa yang tampaknya wajar terkadang dapat menyesatkan orang dewasa dalam upaya mereka untuk membantu anak-anak dengan harga diri rendah merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri. 

Maka dari itu, Moms kita perlu lebih berhati-hati lagi dalam memberi pujian untuk anak. Cobalah menggunakan kalimat-kalimat di bawah ini untuk memberi pujian atas usaha anak: 

Ganti kalimat-kalimat berikut: 

“Good Job” dengan kalimat: Terima kasih sudah membantu merapikan mainan. 

“Kamu hebat!” bisa juga diganti dengan: Mama melihatmu berusaha mengikat tali sepatu dari tadi. Agak susah ya, tapi mama bangga kamu terus berusaha. 

“Wah, gambarnya bagus!” tidak memberikan pujian untuk usahanya. Lebih baik diganti dengan: Pilihan warnanya bagus untuk gambar rumah itu. Kenapa kamu pilih warna itu? 

“Cantik/tampannya anak Mama”, bisa diganti dengan: Kamu terlihat rapi, Mama juga suka dengan gambar yang ada di bajumu. 

Kalimat pujian lainnya juga bisa diganti dengan fokus pada konteks dan bentuk usahanya. Selain itu, Moms juga perlu melihat karakter anak saat memberi pujian ya. Karena ada yang senang dipuji di depan orang banyak, tapi juga ada anak yang malu jika mendengarnya di hadapan banyak orang.