Si Kecil cengeng dan sedikit-dikit mengadu kepada Moms jika ada masalah? Jika usianya masih balita, bisa dimaklumi ya, Moms. Tapi jika ini melekat pada dirinya hingga dewasa, tentunya akan bikin repot Moms nantinya. 

Mengingat tantangan di masa depan yang semakin berat, Moms perlu menempa mentalnya agar kuat dan tahan banting. Tapi sebelumnya, coba deteksi dulu, apakah si Kecil memiliki 7 tanda bermental kuat?

Berdaya dengan dirinya sendiri

Apakah si Kecil suka mengeluh seperti ini: "Kok, temanku nilai-nilainya bagus, aku jelek.” “Temen-temenku jalan-jalan ke luar negeri, kok aku enggak pernah ya? Sebel.” 

Moms suka mendapat keluhan seperti itu? Jika sesekali wajar, sih… namanya juga anak-anak. Butuh curhat dan melampiaskan kekesalan. Tapi, jika sering dilakukan dan hampir untuk setiap hal, Moms perlu mewaspadai. Ini berarti anak bergantung orang lain untuk kekuatan emosi dirinya. 

Seorang anak yang bermental baja, akan merasa nyaman dengan dirinya, tidak bergantung pada orang lain untuk membuat dirinya merasa baik. Ia tetap bisa memilih merasa bahagia, meski mungkin harinya itu sedang buruk, misalnya mendapat nilai jelek atau tidak diajak main oleh temannya. 

Satu hal lagi, Moms. Si Kecil tidak mudah terbawa emosi ketika misalnya temannya yang kalah main bola mencoba melampiaskan kemarahan atau kekesalan kepada dirinya. Alih-alih emosi, dia mungkin akan mencoba mencari cara untuk meredam situasi. Misalnya dengang bilang, “Lho, kenapa marahnya ke aku. Yang salah bukan aku. Udah yuk kita jajan es krim saja. Panas, nih.”

Beradaptasi dengan perubahan

Pindah ke sekolah baru. Rumah baru atau tidak bisa bermain dengan teman-teman seperti selama pandemi, itu perubahan sulit bagi seorang anak. Si Kecil mungkin merindukan hal-hal seperti dulu atau merasa khawatir ia akan menghadapi kondisi lingkungan atau pertemanan yang tidak menyenangkan daripada sebelumnya. 

Tetapi anak-anak yang kuat secara mental memahami bahwa perubahan justru dapat membantu dirinya tumbuh menjadi orang yang lebih kuat. Meskipun, pada awalnya mungkin terasa sulit. Ia menyambut perubahan sebagai petualangan baru dalam babak kehidupannya. 

Tahu saat harus mengatakan “tidak”

Mengatakan “tidak’ seringkali bukan hal mudah, bukan hanya bagi anak-anak, bahkan orang dewasa. Banyak yang memilih meng-iya-kan, meski hati dan pikirannya meronta ingin berkata sebaliknya. “Nggak enak ah, nanti malah bertengkar”, “Nanti dia marah”, “Nanti aku tidak ditemani” itulah beberapa alasan keengganan mengatakan ‘tidak”.

Mengatakan tidak memang bisa jadi tidak nyaman. Si Kecil mungkin akan menerima tatapan kekesalan atau kesedihan, dan bisa jadi dijauhkan dari pergaulan. Tapi, selalu bersikap “aku sih yes” juga bisa merugikan, dan bisa jadi membahayakan. Apalagi, untuk seorang anak. 

Bayangkan jika anak Moms nanti berhadapan dengan bujukan untuk merokok atau mencicip narkoba. Jika mentalnya lemah, ia bisa jadi terbujuk. Bukan karena tidak tahu bahaya merokok atau narkoba, tapi karena kesulitan mengatakan tidak. 

Tidak demikian dengan anak bermental baja. Anak ini berani mengatakan tidak untuk apa pun yang tidak sesuai dengan komitmen yang ingin ia lakukan.

Berani akui kesalahan sendiri

Anak-anak sering tergoda untuk menyembunyikan kesalahan mereka karena tidak ingin kena marah atau omelan. Mungkin lupa mengerjakan PR atau tidak sengaja memecahkan piring yang mahal.

Mengakui kesalahan, adalah salah satu cara membangun mental yang kuat. Si Kecil cukup berani menyadari dan mengakui kesalahannya, itu bagus Moms. Ia juga bisa meminta maaf dan mencari cara untuk menghindari kesalahan yang sama lagi.

Ikut merayakan keberhasilan orang lain

Melihat teman sebangkunya menjadi juara kelas atau teman bermain di rumah selalu jago dalam melesatkan gol ke gawang itu wajar jika bikin si Kecil menjadi cemburu.  

Tapi, pada anak bermental baja, kecemburuan ini tidak membakarnya. Tidak membuatnya berlaku seperti Drunella dan Barbeta yang cemburu dengan Cinderella, sehingga berbuat jahat. Kecemburuan hanya dalam hatinya saja. Ia tetap turut bahagia atas keberhasilan temannnya. 

Kecemburuan dijadikannya sebagai cambuk untuk melakukan lagi yang lebih baik di kemudian hari.

Gagal ... dan coba lagi

Kegagalan itu menyakitkan. Bisa terasa memalukan, mengecewakan, dan membuat frustrasi. Tetapi, bila si Kecil memiliki mental kuat, ia  tidak terpuruk lama dalam rasa yang menyakitkan karena kegagalan. Istilahnya punya kemembalan. 

Ia justru segera mencari tahu pada apa yang salah dan bagaimana dapat memperbaikinya. Ia menjadikan kegagalan sebagai pengalaman belajar yang positif.

Kemampuan bertahan

Pelajaran yang sulit, guru galak atau pertemanan yang tidak menyenangkan sering membuat seorang anak untuk merasa frustasi, dan menyerah. 

Namun, pada anak yang memiliki mental baja, ia akan bertahan  terus bekerja keras bahkan ketika pada hal atau situasi yang tidak disukainya. Biasanya nih Moms… dengan kemampuan bertahan, si Kecil akan menyadari bahwa ia lebih kuat dari yang ia kira atau pikirkan.

Jika si Kecil kurang atau bahkan tidak memiliki mental yang kuat, jangan sedih dulu. Mumpung masih anak-anak, Moms bisa mengarahkannya pada karakter dan kebiasaan yang menempa mentalnya menjadi sekuat baja.

^IK