Obesitas pada anak kini menjadi masalah baru di negara kita. Menurut Dr. Klara Yuliarti, Sp.A (K) selaku Staf Divisi Nutrisi dan Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, jumlah pasien anak dengan obesitas terus meningkat, bahkan melebihi jumlah anak gizi buruk di Indonesia. 

Namun, menurunkan berat badan itu memang tidak mudah. Bukan hanya orang dewasa. Bila si Kecil Moms mengalami obesitas, ia pun harus berjuang keras untuk menurunkan berat badannya. Tidak bisa instan. 

“Kalau proses penurunan berat badan ini terlalu lama, anak bakal sulit mengikuti dietnya. Akhirnya, diam-diam jajan atau ambil makanan sendiri,” ujar seorang Moms mengeluhkan diet untuk anaknya yang obesitas.

Itulah sebabnya akhir-akhir ini muncul ide melakukan diet ketogenik atau diet keto kepada anak-anak. Diet yang bisa menurunkan berat badan secara cepat pada orang dewasa diperkirakan bisa juga dilakukan kepada anak yang obesitas. Benarkah? Dan amankah bagi anak?

Apa itu diet keto?

Diet keto ini menjadi alternatif baru bagi individu dewasa dalam menurunkan berat badan. Moms mungkin sudah pernah mendengar, bahkan mungkin melihat secara nyata keberhasilan teman, kenalan atau keluarga dalam mengatasi kegemukan lewat diet ini. 

Diet keto memang cukup banyak peminatnya. Berbeda diet lain yang harus banyak makanan serat dari sayuran dan buah-buah dan menghindarkan lemak. Diet ini justru menganjurkan konsumsi banyak konsumsi daging dan makanan lainnya yang tinggi lemak. Terdengar diet yang enak ya Moms…

Diet keto memang menerapkan komposisi tinggi lemak (90%), rendah karbohidrat dan rendah protein dengan kalori dan cairan yang terbatas. Diet ini bertujuan untuk menghasilkan ketosis dengan efek yang mirip ketika seseorang puasa. 

Penggunaan lemak sebagai komposisi dominan dalam asupan makanan, bertujuan untuk menjadikan lemak sebagai sumber energi utama, sehingga terjadi proses katabolisme asam lemak di hati yang memproduksi badan keton. Proses katabolisme sendiri adalah pemecahan molekul kompleks menjadi sel yang lebih sederhana sehingga akan melepas energi.

Diet keto pada anak

Bagi orang dewasa, ternyata penerapan diet ketogenik untuk menurunkan berat badan dinilai cukup aman dan memiliki dampak yang cukup baik. Lantas, bagaimana bila diet keto diterapkan pada si Kecil?

Sedikit menilik diet ketogenik di dalam dunia kedokteran, diketahui bahwa diet ini bukanlah hal yang baru atau tabu dalam dunia kedokteran.  Menurut Dr. Klara, sejak tahun 1920, diet ketogenik sudah diteliti sebagai terapi pada anak epilepsi yang mengalami refractory/intractable epilepsy. Diet ketogenik dinilai dapat menurunkan bangkitnya kejang pada anak yang menderita epilepsy. Diet ketogenik yang diterapkan umumnya dengan perbandingan Lemak : Karbohidrat : Protein adalah 3:1:1 atau 4:1:1. 

Lalu, bagaimana dengan diet  ini jika untuk atasi obesitas pada anak? Ternyata Moms, Dr. Klara menilai, sebaiknya Moms tidak menerapkan diet ini untuk si Kecil yang obesitas. Sekalipun diet ini bisa jadi memang membantu menurunkan berat badan anak. Ini antara lain alasannya: 

Pada anak-anak obesitas, walaupun dibutuhkan pembatasan asupan kalori dan  pembakaran lemak yang berlebih, mereka tetap dibutuhkan proses anabolisme untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannya. Proses anabolisme ini adalah proses pembentukan molekul kompleks di dalam tubuh dari sel yang lebih sederhana, sehingga membutuhkan energi.

Sedangkan, pada diet ketogenik diketahui prinsip katabolisme menjadi ujung tombak penerapan diet ini. 

Reaksi simpang terjadi baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang. Reaksi simpang jangka pendek diet ketogenik pada si Kecil yang jalani keto ini bisa berupa: 

Reaksi simpang jangka pendek ini umumnya sementara, dan dapat dihilangkan bila diet dihentikan. Namun, anak Moms yang diet keto ini pun dapat menghadapi reaksi simpang jangka panjang akibat dietnya, seperti: 

Yaitu peningkatan dari satu atau beberapa jenis lipid/lemak. Ini karena diet ketogenik menerapkan asupan lemak yang tinggi dalam setiap kali makan. Keadaan dislipidemia pada anak dapat menjadi masalah bila dibiarkan, karena kelak memicu sindrom metabolik yang bisa meningkatkan risiko penyakit jantung, stroke, dan diabetes tipe 2.

Pembentukan batu ginjal sendiri terkait dengan peningkatan kadar asam jangka panjang dan peningkatan asam urat akibat proses katabolisme lemak yang dikonsumsi saat keto. Selain itu, faktor dehidrasi yang terjadi pada anak akibat kadar insulin tubuh yang menurun gara-gara diet keto  akan menyebabkan penurunan penyerapan natrium. Ini akhirnya juga mendukung terbentuknya batu ginjal.

Diet keto ternyata berisiko membuat pelambatan pertumbuhan anak dibandingkan dengan anak yang  tidak melakukannya untuk rentang umur yang sama. Namun, bila diet ini dihentikan, pertumbuhan ini kembali meningkat. 

Melihat beberapa risiko diet keto pada anak di atas, Moms memang sebaiknya tidak menerapkan diet keto ini untuk si Kecil. Sulit memang menurunkan berat badan anak yang sudah terlanjur obesitas. Tapi, jangan putus harapan Moms. Ajak si Kecil berkonsultasi dengan dokter gizi untuk mendapatkan diet makanan yang tepat dan saran olahraga untuk membantunya menurunkan berat badan. 

^IK