Sebut saja Moms Diana. Suatu hari ia mengajak ketiga putrinya berbelanja keperluan alat sekolah di sebuah toko buku buku ternama. Semua anak-anaknya itu ia bebaskan membeli barang keperluan sekolahnya. “Tapi, memang saya wanti-wanti untuk jangan memilih yang mahal. Maklum ini belanja untuk keperluan tiga anak sekaligus.”

Namun, saat akan keluar dari area toko, tiba-tiba mesin sensor berbunyi. Tak pelak membuat satpam pun menghampiri mereka. Tentu kejadian ini membuat Moms Diana naik pitam. Karena ia merasa sudah membayar semuanya. 

Satpam yang kebetulan wanita tetap menggiring Moms Diana dan anak-anaknya ke sebuah ruangan. Di sinilah Moms Diana dibuat terkesiap malu. Karena di salah satu tas belanja itu terselip dua buah pulpen hello kitty. Sempat Moms Diana berkilah ini adalah perilaku ceroboh dari petugas kasir yang terlupa melakukan pindai untuk membayar. Tapi, ketika kamera CCTV diputar, ia melihat bahwa putri keduanya, sebut saja Dea (10), menyelipkan dua pulpen ini sewaktu semua belanjaan telah dihitung dan diberikan petugas kasir. 

“Malu sekali rasanya, sekaligus merasa sedih tidak terkira. Duh, masih kecil begini dia sudah mencuri. Apa jadinya nanti?” ungkap Moms Diana. Ia pun merasa bingung untuk menghadapi putrinya. Karena gara-gara peristiwa itu putrinya tak hentinya menangis. Dan, putrinya akhirnya mengaku bahwa pencurian  itu pernah beberapa kali ia lakukan untuk pulpen atau mainan  temannya, baik saat di sekolah maupun saat bermain ke rumah temannya. 

Pemicu kleptomania pada anak

Pencurian atau mengutil berulang kali seringkali dinilai sebagai perilaku kleptomania. Padahal dikatakan sebagai kleptomania jika memang ada 'dorongan atau impuls yang berulang, mengganggu, dan tak tertahankan' untuk mencuri benda-benda yang tidak dibutuhkan. Ini semua bisa terjadi pada semua kategori usia, termasuk anak-anak dan remaja.

Dr. Annette Du Bois,  pelatih kepercayaan diri dan emosi di Champs Academy, Inggris,  menjelaskan bahwa semua perilaku manusia (termasuk anak-anak) diciptakan karena kurangnya atau kebutuhan akan sesuatu. Hal di bawah ini  bisa menjadi pemicu si Kecil  berperilaku kleptomania: 

Ketika si Kecil berperilaku kleptomania, Dr.Waleed Ahmed, konsultan psikiater di Priory Wellbeing Center Abu Dhabi, menjelaskan, anak itu akan terdorong atau mengalami impuls berulang, mengganggu dan tak tertahankan untuk mencuri benda-benda yang seringkali tidak dibutuhkannya. 

Jika anak pengutil, apakah ia seorang kleptomania?

Belum tentu. Dr Ahmed mengungkapkan pelaku kleptomania itu berbeda dengan pengutil biasa. Penderita  kleptomania tidak mencuri untuk keuntungan pribadi dan barang-barang yang dicuri jarang memiliki nilai pribadi baginya.  Dan, harga barang itu sebenarnya mampu ia beli dengan uang tabungan atau jika meminta kepada orang tuanya. 

Selain itu, barang-barang yang diambil itu biasanya disimpan, disumbangkan atau dihadiahkan. Karena rasa malu atau merasa takut rahasianya terbongkar. 

Apakah perilaku ini karena gen orang tua?

Tidak ada bukti kuat atau sains yang mendukung kedua cara tersebut. Tapi, Dr.Du Bois menilai kecenderungan perilaku negatif  dari anggota keluarga lain atau teman sebaya, bisa berpengaruh. Ini seperti  kebohongan kecil atau mengambil sesuatu di rumah milik orang lain, tetapi dianggap baik-baik saja. Itu menjadi batu loncatan untuk dorongan yang lebih serius.

Apa yang dapat menyebabkan seorang anak menjadi kleptomania?

Kleptomania pada anak, Dr. Ahmed melihatnya lebih disebabkan oleh alasan psikologis dan biologis. Gejala sering bertepatan dengan periode stres, kehilangan atau perpisahan. Cacat intelektual dan penyakit otak lainnya dapat berdampak pada kontrol impuls, sehingga kadang-kadang menyebabkan kleptomania. 

Berita gembiranya Moms, meskipun kleptomania biasanya dimulai pada masa kanak-kanak, menurut Dr. Ahmed,  sebagian besar akan hilang saat dewasa. Meski demikian, Moms jangan hanya diam atau sebaliknya marah besar atau sampai memukul jika si Kecil kedapatan memiliki perilaku kleptomania atau hanya pengutil. 

Coba Moms lakukan pendekatan dari hati-hati untuk mencari tahu penyebab dan mencari solusinya. Jika perlu, Moms bisa mendiskusikan masalah yang dihadapi si Kecil dengan psikolog anak. 

^IK