Paparan layar gawai termasuk televisi, memiliki dampak yang positif dan negatif pada anak. Salah satu dampak negatifnya adalah anak bisa mendapat overstimulasi, sehingga tidak fokus di kehidupan nyata. The American Academy of Pediatric (AAP) memberikan panduan untuk orang tua tentang screen time pada anak, yang di antaranya menyarankan orang tua untuk mendampingi anak dan memilihkan tontonan, serta durasi anak terpapar layar. 

Hidup di zaman serba digital rasanya sulit untuk menghindarkan anak 100% dari paparan layar gawai. Walau begitu, bukan berarti kita memaparkan anak pada layar tanpa panduan dan batasan ya, Moms. 

The American Academy of Pediatrics (AAP) telah mengeluarkan beberapa panduan mengenai penggunaan media untuk anak-anak. Menurut panduan tersebut, anak yang berusia di bawah dua tahun sebaiknya tidak terpapar layar kecuali untuk panggilan video. Sementara untuk usia prasekolah, disarankan untuk tidak lebih dari satu jam sehari. Untuk anak yang lebih besar,  penggunaan layar disesuaikan,  asal jangan sampai memakan jam-jam penting seperti makan dan berolahraga.

Nah, walaupun AAP tidak dengan tegas melarang paparan layar, AAP menyarankan orang tua untuk selalu mendampingi anaknya dan memilihkan tontonan atau media yang bermanfaat untuk tumbuh kembang anak.

Soal memilih tayangan untuk anak ini, ternyata tidak hanya soal apakah tayangan tersebut mengandung nilai-nilai yang sejalan dengan nilai dalam keluarga kita atau tidak, Moms. Seorang dokter anak yang banyak meneliti tentang media dan perkembangan anak. Dimitri Christakis mengemukakan bahwa kecepatan pergantian layar dalam sebuah tontonan anak memiliki dampak pada perkembangan otak anak dan harus menjadi perhatian orang tua.

Otak anak-anak usia dini memiliki kemampuan memproses informasi visual dan auditori yang terbatas. Sedangkan banyak tontonan anak-anak memiliki kecepatan pergantian layar dan tingkat ‘kemeriahan’ yang intens. Contohnya saja tontonan anak yang populer seperti Cocomelon dengan kombinasi ‘meriah’-nya: warna primer yang sangat cerah, musik dan sound effect berlapis-lapis, serta banyak objek bergerak sekaligus.

Masalahnya apa? Menurut dr. Christakis hal ini akan membuat anak terbiasa overstimulasi sehingga mereka akan merasa bahwa dunia nyata malah tidak menarik lagi. Hal ini nantinya akan berdampak pada kemampuan fokus anak. Anak yang sering terpapar tontonan seperti ini lebih rentang mengalami gangguan fokus.

Nah, untuk menghindari overstimulasi ini, Moms bisa memilih tontonan yang menghadirkan pergantian layar dengan lambat, gambar latar yang statis, warna-warna lembut dan pastel, musik latar dan audio yang sederhana, serta cerita-cerita yang tidak memiliki tokoh berperilaku buruk.

Beberapa contoh tontonan yang memenuhi kriteria ini di Netflix, antara lain:

Nah itu dia sedikit tentang panduan memilih tontonan agar anak tidak overstimulasi. Semoga bermanfaat, Moms.