Siapa sih yang tidak butuh gaji? Moms pasti membutuhkannya. Apalagi selama ini sejak masih gadis hingga menikah dan memiliki anak sudah terbiasa bekerja. 

Sebagai karyawati, Moms pasti bermimpi memiliki karier yang terus menanjak, dan tentunya gaji pun kian meninggi. Hingga  akhirnya bukan hanya  punya tabungan, Moms juga punya uang untuk investasi dan persiapan uang pensiun kelak.

Itu impian semua para pekerja. Kenyataannya bekerja tidak sekadar datang bekerja dan setiap bulan menerima gaji. Lika liku dalam bekerja tak jarang menguras energi, kesehatan Moms baik fisik maupun mental. Hingga rasanya lelah setiap hari. Tak jarang pula pekerjaan pun akhirnya mengganggu  keseimbangan rumah tangga. 

Masalahnya, jika ditinggalkan, Moms pun ragu-ragu: Mungkinkah memiliki karier dan gaji yang lebih baik? Dan, apakah memang di luar sana itu lebih baik situasinya daripada di tempat yang sekarang? 

Sebaliknya,  jika bertahan, Moms pun sangsi:  Apakah diri Moms sanggup untuk bertahan tanpa timbul masalah gangguan kesehatan dan gangguan lainnya?

Nah, jika Moms sedang mengalami kegalauan seperti di atas, coba cek sinyal bahwa gaji yang Moms peroleh itu sesungguhnya tidak atau kurang berarti lagi untuk kebahagiaan dan kesehatan Moms. 

Bekerja tanpa stres? Rasanya tidak ada ya, Moms. Sebagian besar pekerjaan memunculkan sisi stres. Faktanya memang menurut sebuah studi oleh American Psychological Association: Pekerjaan adalah bentuk stres kedua yang paling umum. Jadi stres akibat pekerjaan wajar saja. 

Menjadi masalah, jika pekerjaan Moms itu berkontribusi terhadap penurunan besar dalam kesehatan fisik dan/atau mental secara keseluruhan. Misalnya, Moms  mengalami kesulitan berkonsentrasi, merasa cemas atau tertekan tentang pekerjaan. Jika ini terjadi, mungkin, sudah waktunya untuk mencari pekerjaan yang tidak terlalu membuat stres.

Bagaimana pun, stres berbahaya dan dapat menyebabkan efek mental dan fisik jangka panjang. Mulai dari sakit kepala, masalah pencernaan hingga sulit tidur menjadi  gejala yang berpotensi dipicu oleh stres kerja. Untuk apa akhirnya Moms punya gaji tinggi, tapi akhirnya terkuras akibat karena  persoaal kesehatan yang terganggu karena stres pekerjaan.

Moms  memiliki ambisi untuk meraih posisi tinggi di perusahaan? Itu adalah tujuan yang bagus. Pertanyaannya:  mungkinkah? Beberapa bisnis atau perusahaan  mungkin tidak memiliki jalur karier untuk mempromosikan Moms lebih tinggi,  atau membayar lebih baik. Misalnya, jika bekerja untuk bisnis milik keluarga. Rasanya cukup sulit untuk meraih pimpinan top of the top. Jangan sedih pula jika karier manajer yang Moms incar tiba-tiba diisi oleh anak pemilik yang baru kelar kuliah.  Ini kenyataan yang harus diterima. 

Kasus lain, bisa jadi persoalan like and dislike atau subyektivitas yang kental dalam perusahaan. Akibatnya Moms berulang kali seperti dijegal untuk dipromosikan.

Menjadi pekerja yang aktif  dan mengambil inisiatif  untuk menangani berbagai proyek atau tugas di kantor adalah yang baik untuk kemajuan karier. Moms pun bisa belajar dan mendapat banyak pengalaman.

Menjadi masalah kalau ragam proyek pekerjaan di tumpuk pada pundak Moms. Tapi, kalau sudah bicara gaji, para atasan hanya diam atau hanya PHP alias menjadi Pemberi Harapan Palsu. 

Cobalah duduk bersama untuk membicarakan kenaikan gaji dengan atasan. Gak apa-apa banget.  Lebih banyak pekerjaan seharusnya menghasilkan lebih banyak uang.  Kalau deadlock, kenapa tidak mencari pekerjaan yang menghargai Moms lebih baik?

Ingat film Devil Wears Prada? Atau My Stupid Boss yang diperankan oleh Reza Rahardian? Jika memiliki bos seperti di kedua film itu, bisa menjadi pertanda kuat bahwa gaji yang Moms dapatkan itu tidak sepadan dengan beban energi dan mental yang harus Moms tanggung. 

Memiliki bos yang beracun bisa sangat merugikan. Sebuah survei oleh Society for Human Resource Management mengatakan bahwa 84 persen pekerja menyatakan bahwa pekerjaan dan stres (yang sebenarnya tidak perlu terjadi) di dalam pekerjaan  itu disebabkan oleh ulah manajer atau atasan yang buruk.

Bekerja sudah cukup menguras energi dan pikiran tanpa bumbu drama dari para atasan semacam itu. Jika ini yang terjadi, dan Moms tidak dapat pindah ke departemen lain dalam perusahaan, mungkin inilah saatnya untuk memoles resume dan pergi.

Pekerjaan itu sebenarnya bukan hanya perkara gaji. Sebuah pekerjaan harusnya juga membuka ruang bagi Moms untuk keterampilan, pengalaman atau ilmu yang baru. Nah, untuk ini Moms pun jangan pasrah. Jika memag pekerjaan saat ini kurang menghargai atau kurang memakai ilmu atau keterampilan yang Moms miliki, coba ajukan kepada atasan untuk kemungkinan pindah divisi yang lebih sesuai. 

Jangan ragu untuk mengikuti ragam tes untuk promosi atau proses demi perpindahan ini. Toh, ini juga untuk kebaikan Moms ke depan. Jangan hanya merasa nyaman saja dengan pekerjaan yang itu-itu saja, padahal kurang dihargai atau disukai. 

Kurang dimanfaatkan dapat menyebabkan menurunnya motivasi, berkurangnya rasa percaya diri, dan dapat menimbulkan rasa bosan dalam bekerja. Dan, ketika menumpuk akhirnya memengaruhi hasil pekerjaan. Tak hanya itu, rasa kurang dihargai, kurang percaya diri dan muak akan kebosanan di kantor ini pun akan terbawa ke dalam rumah, sehingga membuat Moms menjadi mudah marah, lelah dan sebagainya.  

Jadi uang atau gaji bukan segala-segalannya dalam pekerjaan. Carilah jalan keluar pekerjaan yang Moms lakukan selaras dengan gaji yang didapatkan serta membuat Moms membuat sehat dan bahagia. 

Baca Juga : Me Time ala Working Moms