Persalinanku sungguh di luar rencana. Sejak awal kehamilan, aku dan suami sudah merencanakan untuk melahirkan pervaginan tapi anak bayi berkata lain. Ia menginginkan lahir Csaction / SC. Awalnya persiapan persalinan normal sudah amat siap, mulai dari prenatal yoga, gymball dan hipnoterapi. 

Padahal kelas persiapan persalinan normal sudah kujalani sejak trimester 2, memasuki 3 saat usia kandungan 20 Minggu. Namun saat usia kandungan 26 minggu,  posisi janin melintang, mulai panik tapi tetap dibawa santai adik bayi pasti bisa kembali ke posisi normal. Lalu periksa kembali saat usia 30 minggu, ternyata posisinya  sudah bagus,  kepala sudah berada di bawah. Alhamdulilah, lega rasanya, berarti peluang  untuk melahirkan normal,  besar.  Namun saat itu juga baru diketahui bahwa adik bayi terlilit tali pusar 2 kali,  namun tidak kencang.  

Setiba kami di rumah, saya selalu mengajak adik bayi bicara untuk melepas lilitan tali pusar. Tapi sampai periksa di usia kehamilan 39 minggu, posisi bayi masih terlilit tali pusar.  Saat itu dokter bilang kalau sampai HPL masih belum ada tanda tanda melahirkan, saya akan diinduksi di usia kehamilan 41 minggu. Benar saja, ketika usia kehamilan 40 minggu, tepatnya 11 November, masih belum ada tanda-tanda melahirkan. Sampai hari Rabu, saya memeriksakan kembali kehamilan, ternyata lilitannya semakin menjadi, sehingga menyebabkan tidak adanya kontraksi. Dokter pun mengatakan pada kami bahwa  kemungkinan induksi berhasil hanya 50%. Jika gagal, saya akan naik ke meja operasi. Seketika itu juga saya dan suami memutuskan untuk SC demi keselamatan bersama. Saat itu juga suami urus administrasi untuk proses SC . 

Tepat hari minggu 18 November, seharusnya  saya masuk RS untuk induksi, namun ini masuk untuk  persiapan SC. Siang hari, saya masih menyempatkan diri untuk pergi ke salon kecantikan untuk perawatan, mulai dari lulur, mandi susu, potong rambut,  creambath dan facial demi menyambut adik bayi. Sore hari,  saya menuju ke rumah sakit berdua suami. Rasanya seperti  mau piknik saja karena bawaan saya sekoper untuk persiapan baju melahirkan. 

Saya masuk IGD untuk periksa, kemudian masuk  ke ruang bersalin untuk CTG. Setelah itu, baru menuju ke ruang rawat inap. Sekitar pukul 9 malam, saya dihampiri suster untuk CTG ulang,  katanya denyut jantung janin kurang baik. Paniklah saya mendapat kabar tersebut.  Saya dijadwalkan untuk SC pukul 12 siang. Mulai pukul 6 pagi sudah puasa, tapi karena ada yang urgent, operasi saya ditunda hingga 1 jam. Tepat pukul 13.25, saya didorong suster untuk masuk ke ruang operasi ruang yang dingin dengan alat alat yang baru saya lihat.  

Satu persatu dokter dan petugas memasuki ruang operasi, dimulai dari dokter anastesi, lalu menyusul dokter kandungan dan petugas operasi berjubah hijau. Dokter anastesi memberi aba aba untuk tenang, seketika kaki terasa mati rasa tanda obat bius sudah berjalan. Setelah itu dokter kandungan mulai membedah. 

Tidak lama dokter bilang, "Wah,  mba Juli, si cantik rambutnya lebat, pantas, lilitan tali pusatnya cakep banget ketat.” Selang sesaat kemudian, suara tangis anakku terdengar. Setelah itu  langsung IMD dan bayi dibawa ke ruang perawatan sambil dokter menyelesaikan proses operasi. 

Sekitar pukul 4 sore, saya dibawa ke ruang perawatan, tapi tidak boleh minum/makan. Saya mulai belajar gerak pada keesokan harinya. Saat itu juga saya sudah bisa jalan ke kamar mandi sendiri, tidak ada rasa sakit, bahkan suster dan dokter heran. Walaupun proses melahirkan tidak sesuai rencana, setidaknya tidak meninggalkan trauma dan keselamatan saya dan anak yang utama.