Di Jakarta sudah beberapa hari berturut-turut penambahan angka kasus COVID-19 di atas 4 ribuan kasusu. Malah pada hari Minggu  menembus angka 5 ribuan kasus. Tepatnya di angka 5.582. Ini angka tertinggi kasus harian kejadian COVID-19 selama pandemi di Indonesia. 

Lonjakan kasus kejadian yang tinggi ini disebut Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin  akibat masuknya varian  Delta. Selain Jakarta, varian baru COVID ini juga melanda dua wilayah lain, yakni  Kabupaten Kudus dan Kabupaten Bangkalan. 

Varian Delta memang jauh lebih ganas dari generasi aslinya. Varian ini lebih cepat menular, juga lebih berbahaya. Mulanya hanya menimbulkan gejala ringan, tapi perburukannya menjadi lebih cepat. Dan, virus ini banyak menyerang kaum yang lebih muda, bahkan ibu hamil dan anak-anak dikhawatirkan rentan terinfeksi. 

India dan Inggris adalah dua negara yang masih kewalahan menghadapi ganasnya varian Delta ini.  Indonesia, khususnya di kota yang disebutkan di atas, juga sedang berjuang menghadapinya. Semoga korban virus ini tidak semakin berjatuhan. Untuk itu, Moms coba ketahui virus ini untuk menghindarkannya dari keluarga Anda:  

Variant of concern

Varian Delta, juga dikenal sebagai B.1.617.2, pertama kali terdeteksi di India. Kini, WHO sudah mendeteksi varian ini sudah menjangkiti 80 negara di dunia, termasuk Indonesia. Varian ini dimasukkan menjadi Variant of concern. Ini mengindikasikan bahwa varian Delta harus menjadi perhatian, karena mengancam kesehatan global, dengan penyebaran cepat dan meningkatkan keterisian rumah sakit. 

Tidak hanya menyebar lebih mudah daripada strain sebelumnya, varian Delta juga dapat menyebabkan kesakitan yang lebih parah dan berat.  Varian ini akan sangat berbahaya bagi orang yang tidak divaksinasi, dan mereka yang memiliki respons kekebalan yang lebih lemah terhadap virus. 

Bagi mereka yang telah divaksinasi, varian ini tetap perlu diwaspadai. Lantaran jenis ini lebih banyak bermutasi akibat orang yang tidak divaksinasi tertular virus. Terlebih saat ini pun banyak yang sudah melonggarkan protokol kesehatan, seperti memakai masker, mencuci tangan dan menghindari kerumunan. 

Gejala ringan yang berubah cepat

Gejala awal virus varian Delta hanya berupa gejala ringan. Gejala awal paling umum yang dialami penderita  varian Delta adalah demam, sakit kepala, sakit tenggorokan, dan pilek. Sementara 

data dari Zoe Covid Symptom Study, sebuah studi di Inggris yang memungkinkan pelacakan  gejala harian COVID melalui aplikasi smartphone,  menunjukkan gejala nomor satu yang dilaporkan paling banyak dialami adalah sakit kepala. Baru setelahnya diikuti  sakit tenggorokan, pilek, dan demam.

Namun, hanya dalam hitungan 3 – 4 hari, virus ini menginfeksi dengan cepat, sehingga menimbulkan gejala yang parah dan perburukan yang cepat. Gejala awal terinfeksi yang hanya ringan akan berubah menjadi gejala yang parah, seperti mengalami sesak napas yang membutuhkan perawatan di rumah sakit untuk mendapatkan ventilator. 

Gejala COVID-19 berubah?

Masih dari data dari Zoe Covid Symptom Study, memperlihatkan beberapa gejala yang dulu menjadi penanda terinfeksi COVID-19 juga berubah.  “Batuk lebih jarang dialami. Gejala kehilangan penciuman yang dulu menjadi keluhan pasien COVOD-19, kini bahkan tidak masuk dalam 10 besar dari gejala yang dialami,” kata Prof Tim Spector, yang memimpin penelitian. 

Perubahan gejala ini menimbulkan risiko bagi mereka yang berusia muda. Mereka yang berusia muda ini memang jarang terkena sakit parah. Nah, begitu terkena virus varian Delta, mereka banyak  mengira hanya terkena sakit flu berat. Tidak terpikir mereka terinfeksi virus varian Delta. Sehingga, mereka tidak melakukan isolasi mandiri, bahkan mungkin masih beredar untuk bekerja, ke pasar atau aktivitas lainnya. Itulah beberapa penyebab, menurut Spector, yang makin meningkatkan penularan virus varian Delta. Mereka memapari orang yang belum melakukan vaksinasi atau vaksinasinya belum lengkap atau mereka yang memiliki penyakit penyerta. 

Selain gejala di atas, Moms sebaiknya juga tetap  harus waspada terhadap gejala lain dari infeksi virus Corona, seperti batuk, sesak napas, sakit kepala, kelelahan, atau kehilangan indera perasa atau penciuman.

Seberapa menular varian Delta?

Varian ini memiliki penularan tinggi. Di India pada April lalu, terjadi mencatat penambahan 350.000 kasus perhari. Saat ini kasus angka COVID di India mencapai menjadi 29,9 juta.

Di Inggris, virus varian Delta menjadi  91 persen penyebab dari kasus baru. Inggris merupakan negara di Eropa yang mengalami kasus COVID terburuk. Menteri Kesehatan Inggris, Matt Hancock, menyebutkan  varian Delta sekitar 40 persen lebih mudah menular daripada varian Alpha, yang sebelumnya melanda negara tersebut pada tahun lalu. 

Menurut Anthony Fauci, Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS, tingkat penularan varian Delta  jauh lebih tinggi, Moms,  bahkan dibandingkan virus Covid yang muncul pada awal pandemi.

Seberapa parah akibat dari varian Delta?

Public Health England (PHE) melaporkan varian Delta dapat meningkatkan risiko rawat inap dibandingkan dengan varian Alpha. Satu analisis PHE terhadap lebih dari 38.000 kasus COVID-19 di Inggris menemukan bahwa pasien dengan varian Delta 2,61 kali lipat berisiko dirawat di rumah sakit daripada yang memiliki varian Alpha.

PHE juga menemukan bahwa pasien yang harus menjalani rawat inap di rumah sakit akibat varian Delta itu ternyata  paling banyak dari pasien yang tidak divaksinasi. 

Ini menunjukkan bahwa vaksinasi COVID-19 cukup efektif melawan varian Delta. Setidaknya, melindungi Moms dari kemungkinan mengalami gejala virus yang parah yang dapat merenggut jiwa.  Data PHE  misalnya menunjukkan dua dosis vaksin Oxford-AstraZeneca memiliki efektivitas 92% pasien terhadap rawat inap karena varian Delta. Tidak ada data  kematian di antara mereka yang divaksinasi. 

Siapa yang paling berisiko terinfeksi varian Delta?

Paling berisiko adalah orang-orang yang tidak divaksinasi atau belum menjalani vaksinasi COVID-19 secara lengkap,  dan mereka yang tidak memiliki respons imun yang kuat terhadap vaksinasi, seperti para warga lanjut usia dan mengalami imunosupresi.

Bagi Moms dan keluarga yang belum vaksinasi, segera lakukan vaksinasi, ya untuk mencegah penularan COVID-19 dan menghentikan pandemic. Sedangkan bagi Moms yang sudah komplet vaksinasi, stetap jalankan protokol kesehatan COVID-19 dengan ketat. Dengan partisipasi kita dalam menjalankan protokol kesehatan dan melakukan vaksinasi, diharapkan pandemi yang berlangsung lebih dari setahun ini segera berakhir.