Menjadi Moms adalah pilihan bagi setiap perempuan. Keputusan ini Moms jalani seumur hidup dengan segala anugerah sekaligus tanggung jawabnya. Ketika Moms sudah berusaha yang terbaik untuk membesarkan si Kecil, mencukupi kebutuhannya, ada saja orang lain yang mengomentari pola asuh dan kehidupan rumah tangga Moms. Tidak jarang orang lain ini adalah sesama Moms, bahkan orang terdekat. Alih-alih mendukung, mereka malah menghakimi nilai-nilai “keibuan” yang sebenarnya berbeda-beda pada tiap Moms.

Fenomena yang disebut mom-shaming ini dialami oleh banyak Moms. Menurut survei pada 2017 di Amerika Serikat, Moms yang memiliki anak sering terkena mom shaming oleh orang tua mereka sebanyak 37 persen, diikuti pasangan 36 persen, mertua 31 persen, rekan sebaya 14 persen, Moms yang tidak dikenal di tempat umum 12 persen, dan komentar di media sosial 7 persen. Topik yang biasa dikomentari adalah cara Moms mendidik anak, nutrisi untuk anak, cara menidurkan anak, memilih ASI atau susu formula, soal keamanan anak, serta pengasuhan anak. 

Berdasarkan data-data tersebut, orang-orang terdekat justru lebih sering menghakimi Moms, diikuti komentar dari orang tak dikenal di media sosial yang bertingkah seolah-olah paling benar. 

Perbedaan cara asuh anak adalah hal yang wajar, bergantung pada latar belakang, norma, nilai, motivasi, hingga tujuan Moms. Mom shaming yang kebanyakan datang dari Moms lain yang juga memiliki anak, menurut Melissa Thompson, seorang terapis di New York, merupakan salah satu bentuk seorang Moms untuk memvalidasi pengasuhan anaknya sendiri. Para Moms ini secara sadar atau tidak akan merasa lebih baik atas dirinya sebagai Moms dengan menghakimi Moms lain.

Sebetulnya, ini adalah bentuk insekuritas seorang ibu dengan kehidupannya sebagai Moms. Contoh kasus, ketika melihat Moms menggunakan jasa pengasuh anak, mereka cenderung mengkritiknya karena tidak memiliki kelonggaran yang sama dengan Moms tersebut. Padahal tidak ada yang salah dari tiap cara pengasuhan.

Rutinitas seorang Moms dapat melelahkan. Ini dapat memicu munculnya perasaan lain, seperti bosan, marah, kecewa, rapuh, kurangnya percaya diri, hingga butuhnya pengakuan atas peran sebagai seorang ibu dari orang lain. Bisa juga merupakan pelampiasan atas rasa sesal dalam pengasuhan anak. Bagaimana pun, penghakiman berupa komentar negatif dan tanpa diminta dapat berakibat pada mental dan pikiran Moms. 

Penghakiman dan mom shaming akan selalu ada. Jika Moms kewalahan atas mom shaming yang Moms terima, cobalah untuk menjauh dan mendekat pada diri sendiri. Ingatkan diri bahwa Moms sudah melakukan dan memberikan yang terbaik untuk anak Moms. Menjadi seorang Moms dengan segala keberkahan dan tantangannya adalah dedikasi yang luar biasa. Tidak ada barometer tertentu dalam pengasuhan anak, asal kebahagiaan dan kebutuhan si Kecil tercukupi, juga kebahagiaan Moms, itu sudah cukup. Tidak perlu validasi orang lain.  

Moms memang tidak dapat mengontrol penilaian orang lain karena mereka akan selalu menemukan celah untuk dikritik. Apa pun yang Moms lakukan, pasti akan dirasa salah di mata mereka. Namun, Moms tidak perlu gusar. Moms dapat mengontrol diri Moms sendiri untuk tidak terpengaruh energi negatif. Sebaiknya, Moms  fokus saja dan habiskan waktu bersama orang-orang yang menghargai dan menerima Moms.