Kebiasaan membual atau memamerkan sesuatu secara berlebihan, jika tidak dihentikan sejak dini bisa menjadi kebiasaan yang akan merugikan si Kecil lho, Moms. 

Tentu saja si Kecil boleh saja bangga atas pencapaian atau prestasi. Ia pun boleh kok, memamerkan hadiah yang Moms dan Dads berikan. Namun, si Kecil pun perlu menyadari ada batasan agar jangan sampai membuatnya menjadi anak yang sombong. Atau terpacu selalu merasa ‘lebih’di antara teman-temanya. 

Bila merasa si Kecil Moms sudah menunjukkan gelagat seperti ini, cobalah beberapa cara berikut: 

Jadilah teladan 

Anak biasanya bersikap ini memang ada pengaruh dari orang tua. Sengaja atau tidak disengaja. Misalnya, Moms tampak malu atau tidak percaya diri dengan rumah atau harta benda yang dimiliki atau profesi dari Moms atau Dads. Moms mencoba menutup-nutupi atau bicara tidak sebenarnya. Moms jadi seperti menabur benih untuk  mengajarkan anak-anak untuk melakukan hal yang sama. 

Bangga atas pencapaian diri

Jadi, Moms perlu mengajarkan si Kecil untuk bangga atas pencapaian mereka sendiri. Bukan dengan melihat atau membandingkannya dengan teman-temannya yang lain. Dan, dia memang tak perlu mencari perhatian dan ekspresi rasa kagum dari orang lain, karena  Moms dan Dads sebagai orang tua akan selalu bangga dan  memberikannya dukungan. Seperti dengan mengatakan: “Wah, bagus tulisan kamu.” Atau “Anak mama keren prestasinya, mama bangga deh ma km, kamu juga harus bangga ya pada diri kamu sendiri.”

Kenalkan sikap rendah hati

Di samping memuji, Moms juga memberikan bimbingan lain untuk bersikap rendah hati, tapi bukan rendah diri ya…. Seperti dengan mengatakan: “Wah, kakak hebat. Mama bangga, lho.  Tapi,  jangan terus menerus diomongkan ya, apalagi sampai teriak-teriak. Teman-temanmu tahu kok  kakak memang pintar dan pantas jadi juara kelas.”

Strategi FBI (Feelings, Behaviour and Impact atau Merasa, Perilaku dan Dampak) 

Jika si Kecil mengalami kesulitan untuk memahami bahwa sikapnya itu bisa membuat orang lain terganggu atau merasa kesal, gunakan strategi FBI (perasaan, perilaku, dan dampak). 

Coba Moms jelaskan kepada si Kecil bahwa temannya mungkin merasa kesal (merasa) karena (perilaku) si Kecil yang membual dan terkesan menyombongkan diri. Perilaku itu dapat membuat  temannya tidak mau lagi bermain dengan si Kecil (dampak). 

Moms misalnya dengan mengajak bicara seperti ini: “Coba apa yang Kakak rasakan kalau teman kakak mengatakan punya sepatu baru dari luar negeri dan dia bolak balik menunjukkan sepatu itu dan bicara terus tentang sepatunya. Bosan nggak dengernya? Dan kalau dia terus menerus pamer seperti, apakah kakak mau main sama dia? Jadi, males kan ya… Apalagi kakak tahu ternyata sepatunya itu bukan dari luar negeri. Teman kakak itu jadi pembohong ya….”

Setelah menjelaskan, Moms pun perlu membantu anak untuk mencari cara yang berbeda dalam menunjukkan suatu kebanggaan. Misalnya, si Kecil yang mendapatkan  Playstation terbaru  dari ayahnya. Dia boleh saja membanggakan kepada temannya. Tapi, bukan berarti dia jadi mengejek playstation temannya yang lebih kuno. Ini akan menyakitkan hati temannya. 

Katakan juga kepada si Kecil, jika dia pamer  itu berarti ada kemungkinan teman-temannya ingin mencoba ikut memainkan. Nah, di sini si Kecil perlu siap untuk berbagi permainan itu. Tidak harus terus menerus, tapi setidak membiarkan temannya itu mencoba. 

Kapan harus mendapatkan bantuan profesional?

Kebanyakan anak bersikap membual dan pamer berlebihan atas sesuatu itu seringkali karena ingin mendapatkan perhatian, Moms.  Perhatian ini bukan hanya masalah internal keluarga, bisa jadi karena lingkungan yang baru. Misalnya, si Kecil baru pindah sekolah, atau si Kecil tersisihkan dari pergaulan bersama temannnya. 

Bila Moms melihat si Kecil yang sering membual, Moms dan Dads perlu introspeksi diri dulu. Cek diri sendiri dan anggota keluarga lainnya. Adakah yang membuat si Kecil mencontoh gaya bualan ini. 

Selain itu, cobalah pula berbicara dengan guru si Kecil di sekolah. Dapatkan masukan tentang interaksi si Kecil dengan anak-anak lain di sekolah. Jika masalah berlanjut dan pembicaraan tampaknya tidak membantu, coba konsultasikan dengan psikolog anak.  Bisa jadi perilaku si Kecil ini menjadi  tanda gangguan kecemasan yang mendasari atau ia mengalami defisit sosial, misalnya akibat dari kurangnya bersosialisasi normal dengan anak-anak lain.