Bila Moms penggemar Triplets: Daehan, Minguk, dan Manse, dalam serial Returns of Superman, pasti pernah melihat pendisiplinan lewat Time Out. Ya, Papa Song Il Kook pernah beberapa kali melakukan Time-out terhadap ketiga putra kembarnya. 

Seperti, saat Daehan dan Minguk berebut mainan yang berujung pertengkaran. Mereka berdua lalu dibawa ayahnya ke kamar, lalu disuruh duduk di kursi yang menghadap tembok. Mereka diminta merenungkan perbuatan mereka itu  selama sekitar 3 menit.

Nah, apakah metode Time-out ini dibenarkan sebagai cara mendisiplinkan anak? Efektifkah? Coba simak penjelasannya. 

Time-out apakah hukuman?

Time-out sebenarnya sih, bukan metode pendisiplinan baru. Para Moms dari dekade tahun 80-an atau 90-an mungkin masih merasakan atau setidaknya menyaksikan hukuman distrap di kelas. Ini sebenarnya Time-out juga, lho

Tapi sejatinya Time-out itu dilakukan bukan untuk hukuman. Metode Time-out dipakai sebagai cara untuk mengendalikan marah dan menghentikan perilaku buruk anak dengan memberikannya kesempatan untuk menenangkan diri, dan memikirkan kembali perbuatan yang dilakukannya.

Efektivitas Time-out

Moms Nadira mencoba metode Time-out untuk mengatasi perilaku putrinya, Nabila (5 tahun). Dia melakukannya karena Nabila sudah diperingatkan untuk mengerjakan tugas dari sekolahnya, tapi malah sibuk hanya memainkan pensil dan mencorat-coret kertas gambarnya saja. 

“Daripada hilang kesabaran, saya bawa dia ke kamar dan menyuruh dia merenungkan sikapnya itu. Pintu kamar tetap saya biarkan terbuka,” ujar Moms Nadira. “Tapi, yang terjadi malah Nabila jadi mengamuk dan menangis histeris,” lanjutnya. Akhirnya, mau tak mau, Moms Nadira mengambil putrinya dan sibuk menenangkan perilakunya yang jadi tantrum itu. 

Baru-baru ini beberapa ahli memang mempertanyakan metode Time-out: Apakah metode itu efektif atau jangan-jangan malah merusak kejiwaan anak? Misalnya, anak mungkin justru merasa dikucilkan atau ketakutan. Tidak memahami sebagai pembelajaran agar tidak berlaku buruk lagi, atau malah seperti Nabila lakukan, yakni malah jadi mengamuk alias tantrum. 

Jawabannya: Semuanya bermuara pada tipikal atau karakter anak dan situasinya, Moms.  Menurut Julie Freedman Smith, pakar pengasuhan anak dan co-writer buku A Year of Intentional Parenting, jika memang metode ini efektif, gunakan saja. Seperti pada Triplets, ayahnya Song Il Gook mengungkapkan cukup terbantu dengan metode ini untuk membuat anak-anaknya menyadari perilaku mereka yang salah, tanpa ia harus marah berlebihan.

Tetapi untuk anak lain, bisa jadi justru memancing mereka mungkin berteriak dan marah secara emosional. Jika Time-out ini menyebabkan lebih banyak meningkatkan kekacauan dan kekesalan bagi si Kecil  dan tidak menyelesaikan masalah perilakunya, Moms rasanya perlu mempertimbangkan alternatif strategi disiplin bagi si Kecil untuk mengarahkan perilakunya. 

Bagaimana pun Time-out bukan satu-satunya hal yang dibutuhkan seorang anak untuk menenangkan diri dan memikirkan perilakunya. Julie juga kembali mengingatkan orangtua bahwa meetode Time-out bukanlah hukuman. 

Seperti Moms Nadira, akhirnya menyadari tipikal putrinya Nabila yang ekstrovert, pasti merasa tersiksa jika ditempatkan sendirian di kamar, dalam keadaan emosi pula. Akhirnya, ia lebih meminta Nabila  menjanjikan date line tugasnya sendiri,  atau memberikan Nabila kebebasan menyelesaikan gambar atau buku favoritnya, setelahnya baru wajib selesaikan tugas. 

Time-out dan Time-in

Sebuah studi tahun 2019 oleh peneliti psikologi anak di University of Sydney menganalisis lebih dari 80 studi yang melibatkan Time-out dan menemukan bahwa itu adalah strategi yang efektif dan sehat untuk digunakan orang tua selama digunakan bersamaan dengan "Time-in" .

Dengan Time-in itu orangtua memberikan waktu untuk bercengkrama dengan si Kecil dan mendengarkan sudut pandang anak tentang perilaku buruknya beberapa waktu lalu. Memberikan empati dan mendiskusikan cara untuk memecahkan masalah.

^Ik