“Kamu sih terlalu galak sama anak”, “Hati-hati, jangan semua kemauan anak dituruti, nanti anak jadi manja.” Atau “Sibuk terus, kapan punya waktu untuk anak?”

Moms familiar dengan kritik-kritik tersebut? Tidak hanya Moms sih, sebagian orang tua juga kerap mendapat kritis pedas seperti itu. Bagi Moms, pola asuh yang diterapkan pada si Kecil itu sudah tepat. Tapi di mata orang lain, bisa jadi dianggap buruk atau bad parenting. Tapi, apakah memang pengasuhan yang telah Moms lakukan itu buruk?

Nah, daripada sibuk menebak-nebak dengan diri sendiri. Coba Moms baca di bawah ini  untuk membantu menilai diri dan pengasuhan Moms sebagai orang tua

Apa itu pola asuh yang buruk?

Penilaian orang lain bahwa Moms telah berlaku atau memberikan pengaruh buruk terhadap si Kecil, walaupun mungkin hanya diucapkan selintas atau sambil bercanda, memang bisa menggores hati ya, Moms. 

Tidak perlu terlalu kena mental dengan perkataan orang lain, Moms. Kabar baiknya, bila Moms merasakan khawatir terhadap penilaian atau pemikiran telah menjadi orangtua yang buruk dalam pengasuhan anak, maka itu pertanda baik bahwa  Moms  sebenarnya bukan orang tua yang buruk.

Pola asuh yang buruk itu bila terjadi penyiksaan fisik, penelantaran, pelecehan emosional, dan pelecehan seksual terhadap anak. Perilaku tersebut  merusak  kehidupan seorang anak, karena itu pas jika diberi label buruk. 

Pada kejadian di atas, bila Moms atau orang lain melihat atau mendengarnya,  tidak cukup dengan mengkritik atau mengingatkan orang tua yang melakukannya. Kepentingan anak dan keselamatan anak wajib dilindungis. Sehingga orang tua pelakukanya dapat dilaporkan kepada pihak yang berkepentingan melindungi hak anak, seperti pengurus RT/RW, kepolisian atau Komisi Perlindungan Hak Anak Indonesia (KPAI).

Sebelum memahami perilaku bad parenting, beberapa hal ini perlu juga Moms pahami: 

Apa saja tanda-tanda pola asuh yang buruk?

Nah, di luar perilaku orang tua yang tersebut di atas, ada juga hal-hal yang mungkin dilakukan atau dikatakan orang tua yang dapat, bahkan secara tidak sengaja, memberikan dampak buruk bagi anak. Berikut perilaku bad parenting lainnya: 

Jangan merasa bahwa kewajiban  Moms dan Dads itu hanya soal pangan, sandang dan papan. Anak pun  butuh pendidikan yang baik,  punya hobi atau mainan kesayangan, butuh bermain  dengan teman-temannya, dan kebutuhan emosional lainnya.  Orang tua perlu peka terhadap kebutuhan anak, dan dengarkan si Kecil untuk kebutuhannya. 

Di sisi lain, orang tua yang terlalu ikut campur dan mengatur urusan anak juga merupakan pola asuh yang buruk. Bak helikopter, Moms mengawasi si Kecil. Moms juga memutuskan berbagi hal untuk si Kecil. Atas nama demi kebaikan anak, Moms mengabaikan pendapat si Kecil. Anak tidak memiliki ‘suara’ untuk memilih atau setidaknya menyuarakan pendapatnya. 

Menurut Sharron Frederick, LCSW, psikoterapis di Clarity Health Solutions, anak-anak yang kurang atau tidak diajarkan disiplin atau etika tertentu oleh orang tuanya, seperti tentara yang dibiarkan maju ke medan perang tanpa strategi. Bisa jadi selamat, bisa jadi ia ‘cidera’ dalam kehidupan.  

Tanpa disiplin, si Kecil misalnya tidak mengerti etika atau tata krama kehidupan. Ia bisa dinilai orang lain bersikap kurang ajar atau tidak tahu sopan santun, tanpa mengerti alasan dari cap tersebut. 

Ini kebalikan dari sikap orang tua di atas. Orang tua yang menerapkan disiplin yang ketat atau kaku (alias pengasuhan otoriter) memiliki ciri tidak membiarkan anaknya menjelajahi dunia tanpa arahannya. Pola asuh seperti ini akan menciptakan anak yang serba takut berbuat, cemas, apatis, atau sebaliknya menjadi pemberontak. 

Mengabaikan kasih sayang kepada seorang anak berarti  seolah-olah memberitahukan si Kecil bahwa cinta ayah atau ibunya ‘bersyarat”. Ini juga berlaku bila Moms atau Dads hanya mengapresiasi si Kecil di saat ia mencapai keberhasilan atau prestasi tertentu. Di luar itu, si Kecil layaknya pengemis cinta. 

Perilaku seperti ini dapat menyebabkan seorang anak memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang rendah. Dan tidak pernah berani mengungkapkan keinginan dan kebutuhannya.

Pola pengasuhan semacam ini akan menciptakan perilaku co-dependency atau kodependen. Dia tidak memiliki kepribadian yang kuat. Kepribadiannya hanya mengikuti arah kemauan orang lain. Dalam menjalin hubungan, ia akan cenderung mengabaikan kebutuhannya sendiri demi menyenangkan orang lain atau mempertahankan hubungan. Ini tipikal yang mudah menjadi korban kekerasan.   

Biarpun masih kecil, seorang anak itu punya harga diri. Anak-anak yang terus-menerus dipermalukan, baik di dalam maupun di luar rumah,  menjadi pribadi yang bermasalah takut akan kegagalan. Dia ingin semuanya serba sempurna, sementara di dalam hatinya cemas, takut bahkan merasa depresi dibayangi kegagalan. 

Apakah Mom merupakan orang tua yang buruk atau tidak? Cek ya, Moms… berikan penilaian yang jujur untuk diri sendiri. Jangan malu mengakuinya, dan segera perbaiki diri. Demi masa depan si Kecil, kelak. 

^IK