Kejadian dan statistik terkini menyoroti masalah serius terkait pelecehan seksual, hingga kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan korbannya adalah perempuan. 

Tak hanya kekerasan fisik

Dalam Catatan Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) oleh Komnas Perempuan, jumlah kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (KTP) pada 2019 sebanyak 431.471, meningkat 6% dari tahun sebelumnya.

Bentuk pelecehan seksual bukan hanya kekerasan fisik, Moms, namun juga catcalling, menyentuh tanpa persetujuan, membuat komentar seksual yang tidak diinginkan, dan sikap merendahkan perempuan lainnya. Alih-alih membatasi anak perempuan agar tidak menjadi korban, sebaiknya Moms mengajarkan anak laki-laki untuk tidak merenggut hak perempuan.

Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa sikap tidak hormat seorang anak laki-laki terhadap anak perempuan umumnya dimulai sejak masa kanak-kanak. Sehingga Moms sebagai orangtua memiliki peran penting dalam pembentukan pola pikir dan sikap anak laki-laki untuk menghargai perempuan sedini mungkin, sebagai upaya pencegahan di masa depan.

Sikap tidak menghargai yang ditunjukkan dalam perilaku terkecil sekali pun sebaiknya tidak diabaikan, Moms. Perilaku ini termasuk menggoda, mencaci, menindas melalui verbal, maupun nonverbal. Kita dapat memutus siklus tersebut dengan mengajari anak-anak untuk menghormati dan peduli terhadap semua gender sejak usia kecil.

Ajarkan prinsip kesetaraan gender

Berikut adalah cara mengajarkan prinsip menghargai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan untuk anak di tiap rentang usia:

Pada usia ini, Moms dapat mengajarkan hal yang paling dasar, yaitu menghargai dan menghormati kepada siapa saja. Caranya dengan mencontohkan secara langsung bagaimana sikap menghargai dan menghormati orang lain, termasuk si Kecil. Dengan begitu, anak akan terbiasa menghormati siapa saja, termasuk orang dewasa, teman sebaya, dan tentu saja perempuan. Mereka tidak akan menyebut perempuan dengan kata yang tidak menyenangkan, mengancam, hingga memukul. Lama-kelamaan si Kecil akan terbiasa mendengarkan dan memberikan ruang bagi perempuan untuk bersuara dan berpendapat.

Moms dapat mendiskusikan isu ini dengan si Kecil, melalui pendekatan empati yang berpihak kepada korban dan kelompok yang tertindas. Melalui perspektif ini, si anak laki-laki akan menyadari privilese yang didapatnya karena terlahir sebagai laki-laki, dan memanfaatkannya untuk menghargai perempuan. Moms juga dapat mengangkat topik soal kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, misalnya melalui pemberian tugas yang tidak memandang gender, bahwa pekerjaan rumah bukan hanya tugas perempuan, namun tugas bersama. Selain itu, melalui validasi emosi, salah satunya anggapan bahwa tidak ada yang salah jika laki-laki merasa emosional atau menangis, merupakan cara yang tepat untuk menumbuhkan sikap empati anak.

Anak pada usia ini sudah mulai paham dan tertarik dengan isu seksual. Saat inilah Moms dapat mengajarkan tentang keintiman, persetujuan dari kedua pihak, dan sikap seksime yang perlu dihindari. Anak-anak, dalam hal ini anak laki-laki, perlu belajar tentang hubungan, dan cara mengungkapkan cinta yang sehat. Begitu pula, persetujuan yang merupakan kunci dari sebuah hubungan dan interaksi yang sering kali diabaikan. Anak laki-laki harus tahu bahwa ia tidak boleh menyentuh perempuan tanpa persetujuan eksplisit dari perempuan tersebut, bahwa tidak berarti tidak.

Apa yang Moms tanamkan pada anak laki-laki khususnya, membuat dampak besar dalam kehidupannya kelak. Tentu Moms tidak ingin ia menjadi laki-laki yang tidak menghormati perempuan. Jadilah contoh yang baik.