Jika Moms perhatikan, media sosial, termasuk Youtube, penuh dengan konten prank, mulai dari prank DIY, kamera tersembunyi, hingga prank yang menakutkan. Dan di antara banyaknya konten tersebut, tak sedikit “subkategori” prank orangtua yang mengerjai anak-anak mereka sendiri. Moms tentu tak asing dengan ramainya konten prank anak oleh beberapa artis.

Mengikis kepercayaan anak

Tak salah jika Moms ingin membangun kedekatan dan mencairkan batas antara orang tua dan anak agar lebih anak tidak melihat Moms sebagai figur yang kaku atau membosankan, bisa jadi prank inilah yang dijadikan pilihan. Namun, sebelum telanjur jauh, sebaiknya Moms simak bagaimana fenomena mengerjai anak demi konten dari kacamata psikologi.

Mengerjai si Kecil dengan menyembunyikan boneka favoritnya, pura-pura mengatakan ia bukan anak kandung, hingga mengagetkannya dengan hantu mungkin terdengar lucu, terutama setelah melihat reaksi anak-anak yang polos. Namun, menurut Stephanie Zerwas, seorang psikolog, terapis, dan profesor di University of North Carolina, prank yang berlebihan dan terlalu sering dapat mengikis kepercayaan yang dibangun oleh anak kepada Moms. 

Hubungan antara Moms dan si Kecil adalah hubungan yang spesial, dan membentuk standar hubungan lainnya dalam hidup si Kecil kelak. Maka, membangun kepercayaan antara orang tua dan anak sangatlah penting. Mengerjai dan membohonginya, walau sebagai lelucon dapat memberi kesan pada anak bahwa Moms sebagai orang terdekat dan terpenting dalam hidupnya adalah orang yang tidak terprediksi dan tega.

Lebih parahnya, ketika anak menyatakan ketidaksukaannya pada prank tersebut, Moms mengabaikannya dan menertawakannya seakan-akan pendapat dan perasaannya tidak dianggap. Validasi adalah “senjata” penting dalam mengasuh anak. Memvalidasi seorang anak berarti membiarkan ia menyatakan pikiran dan perasaannya tanpa penghakiman, kritik, ejekan, atau pengabaian.

Bahkan, menurut Psikolog dan penulis Kid Confidence: Help Your Child Make Friends, Build Resilience, and Develop Self-Esteem, Eileen Kennedy-Moore, prank mengandung agresivitas dan bukan peran Moms untuk membuat anak-anak merasa marah tanpa alasan yang baik hanya untuk hiburan. 

Melalui validasi, Mom membuat si Kecil merasa didengarkan dan dipahami. Validasi membantu si Kecil merasakan dan mengekspresikan emosinya, sehingga ia merasa secure dengan dirinya, percaya diri, dan merasa terhubung dengan Moms, serta memiliki hubungan anak-orang tua yang lebih baik ketika ia dewasa.

Lelucon yang sehat

Namun, bukan berarti bercanda dan bersenda gurau dengan anak tidak diperkenankan, Moms. Lelucon dan guyonan adalah tradisi yang dapat menyatukan semua anggota keluarga. Kuncinya adalah keseimbangan dan batas tertentu yang berbeda tiap anak. Moms tentu dapat menangkap sinyal ketika si Kecil mulai tidak nyaman dengan situasi. Berikut adalah alternatif untuk bersenang-senang dengan anak menurut para ahli

Prank diri sendiri

Jika prank justru mengakibatkan stres, kecemasan, dan kesedihan pada anak, atau membuatnya merasa bodoh, itulah tanda untuk berhenti dan tidak lagi melakukannya, Moms. Sebaliknya, anak kecil lebih suka menertawakan Moms yang bertingkah konyol, maka Amy McCready, pendiri Positive Parenting Solutions, merekomendasikan Moms untuk menjadikan diri sebagai bahan tertawaan secara sukarela. Menurutnya, jenis humor semacam itu yang lebih sehat bagi anak. 

Ketahui selera humor anak 

Anak mengembangkan selera humornya secara bertahap seiring waktu. Penelitian mengenai humor menunjukkan bahwa anak dengan rentang usia 2 dan 7 tahun cenderung menyukai lelucon “knock-knock jokes” dan slapstick. Memasuki usia 7 ke 11 tahun, mereka mulai memahami lelucon permainan kata dan sindiran. Namun, sebagaimana orang dewasa, tiap anak memiliki kode humor yang berbeda. Inilah saatnya Moms memahami karakter si Kecil melalui selera humornya.

Ketahui konsekuensinya

Anak yang sering dikerjai saat kecil dapat tumbuh menjadi remaja yang suka mengerjai orang. Hal yang perlu Moms ingat bahwa si Kecil adalah orang dengan perasaan, tentu Moms tidak ingin menginjak-injak perasaannya dan berujung pada ia menginjak perasaan orang lain. Salah satu tugas utama Moms sebagai orangtua adalah untuk mengajarkan si Kecil tentang hubungan sosial yang sehat.