Kelakuan si Kecil tidak selalu manis. Terkadang ada saja ulahnya yang melanggar aturan hingga mengetes kesabaran Moms. Pada titik tertentu, Moms akan merasakan emosi di ubun-ubun, dan ujungnya membuat Moms mengambil tindakan berupa hukuman atau konsekuensi dengan tujuan agar si Kecil menyadari perbuatannya tidak baik. Sebelum Moms menjatuhkan hukuman atau pun memberikan konsekuensi pada anak, sebaiknya Moms ketahui terlebih dahulu perbedaan keduanya. 

Hukuman vs konsekuensi 

Hukuman adalah tentang membuat anak-anak menderita karena kesalahan mereka. Hal ini dilakukan untuk membuat si Kecil tahu bahwa yang dilakukannya salah, misalnya orangtua mencubit anak usia lima tahun karena tidak membereskan mainannya walau sudah diminta. 

Seringnya, hukuman yang diberikan tidak berhubungan dengan masalah perilaku yang tidak baik. Terkadang, hukuman dimaksudkan untuk memperlakukan atau menghina mereka. Hukuman justru menyebabkan anak merasa buruk tentang dirinya, bukan tentang apa yang dilakukannya. Anak-anak yang mengalami masalah harga diri, kemungkinan besar berperilaku tidak baik di masa depan.

Efek hukuman yang diberikan kadang justru menjadi bumerang bagi Moms. Alih-alih mengakui kesalahan dan bersedia memperbaikinya, anak justru berfokus pada kemarahannya pada Moms karena menghukumnya. 

Di sisi lain, konsekuensi berfokus pada mengajarkan anak bagaimana berperilaku lebih baik di masa depan. Konsekuensi dibuat oleh Moms dan berkaitan dengan perilaku tidak baik yang dilakukan anak, misalnya Moms mengambil mainan Si Kecil yang berusia lima tahun ketika ia tidak mau membereskannya. 

Konsekuensi yang “sehat” membantu anak merasa baik tentang diri mereka, sembari memberi mereka kepercayaan diri sehingga si Kecil dapat memperbaiki perilaku buruknya di waktu berikutnya. Konsekuensi tidak membuat si Kecil malu dan merasa harga dirinya jatuh. 

Mana lebih baik? 

Lalu, manakah yang lebih baik dalam mendidik anak? Menurut ahli sosial klinis, konsekuensi alami adalah jawabannya. Metode ini memberikan hasil secara langsung terhadap perilaku si Kecil. Moms dapat membiarkannya menghadapi konsekuensi alami dari pilihan mereka ketika hal tersebut aman dan si Kecil mendapat pelajaran hidup yang penting.

Misalnya, si Kecil yang berusia sembilan tahun menolak makan dan memilih bermain, konsekuensi alami yang dihadapinya adalah merasa lapar beberapa waktu kemudian. Contoh lainnya, ketika si Kecil tidak mau mengenakan jaket saat keluar, lalu Moms biarkan ia menghadapi konsekuensinya nanti, yaitu kedinginan. Selama konsekuensi yang diterima si kecil aman dan tidak berbahaya, Moms dapat menggunakan metode ini agar ia memahami akibat dari pilihannya.

Memilih menghukum si Kecil hanya berefek dalam jangka waktu pendek. Sebenarnya, anak akan mematuhi Moms karena takut pada Moms atau ingin menghentikan rasa sakit dan malu. Namun, dalam jangka panjang, hukuman tidak efektif karena anak tidak mempelajari keterampilan yang dibutuhkan untuk membuat pilihan yang lebih baik.