Hallo Moms. 

Perkenalkan, saya Novia, Moms dari anak kembar yang berusia 11 bulan. Saya ingin berbagi pada Moms seputar perjuangan promil saya hingga mendapatkan si Kembar. Saya berharap pengalaman ini bisa bermanfaat dan menjadi motivasi buat Moms yang sedang promil dan Moms yang sedang menunggu kelahiran si buah hati. 

Saya menikah pada bulan November 2017. Selang beberapa bulan menikah, haid  masih lancar. Tidak ada tanda-tanda kehamilan-padahal saya dan suami sudah kepingin untuk secepatnya  memiliki bayi. Saya bersyukur memiliki suami yang sangat mendukung untuk cepat punya baby. 

Akhirnya saya mulai mencari tahu dokter kandungan yang spesialis untuk promil. Saya mulai tanya-taya ke teman dan browsing di internet dokter obgyn yang oke di daerah Tangerang.  Setelah mencari-cari info, akhirnya saya dapat rekomendasi dari teman kantor seorang dokter yang praktiknya di  Omni Hospital. Beliau dikenal memiliki spesialisasi promil dan program untuk pasien yang sedikit memiliki kendala untuk hamil (mis : Kista, miom, sel telur yang kecil, penyumbatan saluran tuba dan masih banyak lagi). 

Ketika pertama kali berkunjung untuk konsultasi, dokter akan bertanya mengenai history married kita. Seperti berapa lama menikah dan bagaimana menstruasi saya. Menurut dokter, sebelum usia pernikahan 6 bulan, seharusnya  santai aja. Tapi karena rasa penasaran,  saya minta dokter untuk mengecek, apakah ada kendala pada diri saya atau suami. Beruntung suami cukup terbuka untuk masalah reproduksi ini, sehingga dia tidak keberatan untuk cek sperma. Sedangkan saya dicek indung telur serta saluran atau HSG.  

Hasil pemeriksaan awal diketahui bahwa: 

Nah, dari hasil tersebut,  sedikit banyak memberikan jawaban kenapa kami belum  punya momongan. Akhirnya saya dan suami sepakat untuk melanjutkan program hamil dengan dokter tersebut. 

Salah satu yang menjadi pertimbangan kami adalah dokternya sangat terbuka, sehingga saat sharing kami tidak mengalami kendala, seperti malu, sungkan, risih atau lainnya. Beliau juga sangat terbuka dalam memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kami. Selain itu, dokternya sangat positif mindset! Beliau tidak langsung menyuruh saya untuk insem atau IVF.  Menurutnya, kalau bisa alami kenapa harus insem. Wah,  saya suka sekali  dengan pikiran dokter yang positif seperti ini, dan yang penting, enggak materialistis.. 

Oke Moms, Saya akan cerita awal program kami . 

Pada istri, dokter memberikan obat minum Provula & Folamil Genio. Setelah itu diberikan kembali obat, Gonal F,  untuk merangsang sel telur menjadi besar. Obat ini disuntikkan 3 ruas jari di sebelah pusar kiri dan kanan secara bergantian.  Untuk harga, lumayan mahal. Yah, namanya juga hormon ya, Moms. Tapi apa pun kami lakukan untuk mendapatkan si buah hati. 

Sedangkan pada suami diberikan obat untuk memperbaiki sperma. Ada 2 macam obat (Tonicard & Toco E)

Setelah semua kita jalanin, tiba saatnya saya harus ke dokter lagi untuk USG transvaginal. Gunanya untuk melihat apakah ada perubahan pada sel telur maupun ketebalan dinding rahim..

Hasilnya? Saya bersyukur dan sangat bahagia. Hasilnya sel telur saya jadi membesar dan sudah siap untuk dibuahi. Finally,  dokter  memberikan jadwal kami berhubungan. Hm, awalnya agak krik..krikk sih, tapi lama-lama jadi biasa aja. Ha..ha..ha... Ingat ya Moms, demi debay.  

Setelah itu,  seminggu kemudian kami balik lagi, dokter menyuntikan saya kembali obat yang gunanya agar sel telur yg sudah dibuahi bisa melakukan pelepasan dan menempel ke dinding rahim. Semua proses telalu dilalui, tinggal menunggu tanggal haid. Dokter mengatakan kalau sudah telat datang bulan 2-3 hari, silakan cek menggunakan test pack. 

Tibalah hari yang dinanti-nanti. Pada pagi hari, setelah haid saya telat 2 hari, saya memberanikan diri untuk test. Taraa..apa hasilnya, Moms?  Hasilnya adalah positif.  Untuk pertama kalinya saya lihat testpack garis 2. Duh, senangnya luar biasa. Enggak terasa saya menangis depan suami, ya menangis bahagia akhirnya impian saya segera terwujud. Setelah itu, kami rutin cek ke dokter 2 minggu sekali untuk melihat perkembangan si janin. 

Namun, kebahagiaan yang saya rasakan tidak berlangsung lama. Pada minggu ke- 8,  ketika  kami cek lagi ke dokter diketahui bahwa janin saya  tidak berkembang,  dan detak jantung berkurang atau tidak kuat.  Rasanya sedih banget Mom. Enggak terasa air mata langsung menetes begitu saja. Padahal saya enggak ada flek, tidak juga  jatuh,  atau mengalami hal-hal yang kemungkinan membuat si janin jadi tidak berkembang. Akhirnya dokter memutuskan untuk dilakukan tindakan kuretase, dengan pertimbangan plasenta janin yang sudah cukup besar. Tindakan kuret diperlukan untuk membersihkan rahim secara tuntas. 

Pada saat kuret, rasa sakitnya enggak seberapa dibandingkan  sedihnya. Karena apa? Tepat di sebelah ruangan saya, sedang ada proses persalinan dan terdengar suara bayi nangis. Sementara  di ruangan saya?  Proses yang dijalani sama tapi tanpa kehadiran bayi. Duh, sedih rasanya, seperti ada perasaan yang hilang, entah apa. 

Setelah proses kuret itu, selama beberapa hari atau bahkan minggu, saya masih merasa sedih. Ada perasaan minder saat bertemu orang. Saya enggak percaya diri untuk menceritakan apa yang saya alami. Saya merasa tertekan setiap kali orang bertanya, kenapa bisa keguguran? Dll. 

Banyak sekali pertanyaan dan komentar dari orang-orang sekitar yang bikin saya pusing dan down, seperti “Kok, baru menikah sudah langsung promil?” “Ngebet amat, sih?” “Jadi begini kan hasilnya, makanya jangan buru-buru.” 

Atau pertanyaan-pertanyaan dan komentar yang terkait dengan keguguran saya, seperti “ Lho,  memangnya enggak sehat ya, sampai keguguran?” “Kecapean kali, makanya jangan kerja mulu,” atau “Kurang makan kali, jadi anaknya enggak dapat nutrisi, deh.” 

Mungkin mereka tidak bermaksud menyakiti saya, tapi pertanyaan dan komentar seperti bikin saya semakin sedih. Padahal, yang saya butuhkan adalah dukungan. Tapi balik lagi, kita tidak bisa mengontrol omongan orang, yang bisa kita lakukan adalah mengubah mindset kita dan bagaimana kita menanggapi hal tersebut. 

Jadi, saya berpikir lagi, kalau kesedihan saya berlarut, enggak akan menyelesaikan masalah. Saya juga merasa kasihan melihat suami dan keluarga yang ikutan bingung menghadapi saya yang sedih terus. Akhirnya saya berusaha menerima kondisi ini. Saya tidak boleh egois.  Saya yakin semua sudah diatur Tuhan. Thanks God, saya bisa melewati masa-masa sulit itu dengan komit pada diri sendiri untuk fokus pada tujuan dan menjadi pribadi yang positif. Tentunya dengan dukungan suami yang selalu support saya tiada henti. Akhirnya setelah 3 bulan proses kuret itu, saya dan suami bersemangat lagi untuk melakukan program ke 2 kami.  

Setelah berkonsultasi pada dokter, dengan  melihat review dari hasil program sebelumnya dan analisa keguguran sebelumnya, dokter  menganjurkan kami untuk program inseminasi. 

Saya dan suami tipe manut dan mempercayakan semua ke dokter kami, karena dia yang mengetahui history semuanya. 

Namun proses insem ini juga butuh waktu yg lama, sama seperti program hamil alami yang  saya ceritakan di atas sebelumnya. Bedanya hanya pada prosesnya saja. Pada proses insem, sperma disuntikkan ke dalam rahim dengan dibantu alat medis. 

Demi mempersiapakan semuanya agar berjalan lancar, saya memutuskan untuk berhenti bekerja.  Saya memang dulu bisa dibilang gila karir. Baru bekerja 3 tahun di salah satu perusahaan ritel ternama, saya sudah menjadi dept head. Namun saya tahu harus memilih dan mengutamakan sesuatu.  Akhirnya saya mengajukan resign dan memilih fokus dengan program saya. 

Setelah menjalani semua tahapan seperti program alami, tiba hari H dimana sperma suami diambil dan dilakukan washing sperma oleh tim dokter. Setelah dicuci, kemudian dipilih sperma-sperma terbaik (proses sekitar 3 jam) . Setelah itu, tibalah saat dimana sperma itu disuntikan ke saya dengan  menggunakan alat suntik dengan selang yang sangat elastis, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit. Proses penyuntikkan tidak lama,  hanya 5-10 menit. Setelahnya, saya disuruh berbaring dengan kaki lebih tinggi dari kepala sekitar 10 menit dan setelah itu boleh pulang. Sebelum pulang, dokter berpesan pada saya untuk tidak melakukan kegiatan yang terlalu keras seperti turun naik tangga, angkat berat atau lari. Dokter juga menyarankan untuk segera testpack jika telat haid 2-3 hari. 

Lalu, singkat cerita,  jadwal haid pun datang.  Namun belum ada tanda-tanda,  hanya saja memang perut saya terasa keras dan keram namun tidak ada tanda darah haid keluar. Selang 2 hari juga masih sama, akhirnya suami menganjurkan saya untuk testpact.  Percaya enggak percaya ya Moms, saya membeli alat testpact banyak banget, dengan berbagai macam merk. Ha..ha..ha...

Saat test, hasilnya hanya garis satu dan tidak ada tanda 2 garis. Saya tinggalkan testpact itu kurang lebih 10 menit.  Pas saya cek lagi sedikit  sekali ada tanda samar di garis ke 2. Saya infokan ke dokter saya, namun dokter minta untuk dilakukan testpack lagi 2 hari ke depan. Dan,   setelah 2 hari berikutnya, saya pun testpact kembali, hasilnya 2 garis! Kali ini garis ke 2 sedikit lebih terang dari sebelumnya. Akhirnya dokter menganjurkan saya untuk langsung datang ke rumah sakit untuk dicek USG transvaginal guna lebih jelas mendeteksi kehamilan.. 

Pada saat di USG, dokter mengatakan bahwa memang betul sudah ada kantung janin, tapi masih sangat muda umurnya dan masih rawan (mendengar kata rawan, saya itu masih agak trauma dengan pengalamn keguguran sebelumnya Moms) . Sampai pada akhirnya dokter memberikan saya obat penguat dan vitamin-vitamin  lainnya. 

Dua minggu kemudian,  saya diminta kembali untuk datang ke rumah sakit untuk  kontrol rutin dan mengecek apakah perkembangannya baik atau tidak. Selama proses 2 minggu menunggu, saya sangat berusaha untuk tidak parno dengan masa lalu yang sempat keguguran. Saya berusaha memikirkan hal-hal positif dan merasa sudah sangat bersyukur bisa langsung hamil lagi . Omongan-omongan orang yang sifatnya negatif berusaha saya buang jauh agar hidup saya bisa lebih happy dan janin pun bisa ikut merasakan. 

Singkat cerita,  2 minggu berlalu dan saya ke dokter. Ketika  di-USG  kembali,  dokter memberikan kabar gembira. “Wah,  berhasil nih bu, tapi kok ada 2 kantong janin ya? Terus 2-2 nya sudah terdeteksi denyut jantungnya.”  Saya dan suami serta merta terdiam dan suami bertanya “Maksudnya ada 2, dok?” Dokter langsung  memberikan selamat kepada kami berdua seraya mengatakan, “ Selamat ya pak, bu, hamilnya bagus dan kembar.” 

Saya cuma bisa menangis bahagia saat itu.  Ketika perasaan kami up and down saat promil kami yang pertama,  ternyata Tuhan balas kebahagian dengan memberikan kami calon bayi kembar. 

Mereka berdua sangat aktif di perut saya, sampai saya dan suami punya panggilan buat mereka “Bolu-bolu” yang artinya Bocah-bocah lucu.  Setaip hari saya selalu menyempatkan waktu untuk mereka bisa mendengarkan musik serta mengajak bicara, meskipun usia kandungan masih kecil. Mulai dari TM 1, dan masuk ke TM 2,  betapa bahagianya saya untuk pertama kalinya bisa merasakan tendangan mereka berdua di dalam perut saya. Memang sih badan rasanya berbeda,  mudah lelah, sulit tidur bahkan beberapa kali mual sehingga membuat malas makan. Tapi semua itu tidak ada artinya pada saat saya merasakan kedua anak saya sangat aktif . Dan perasaan saya makin bahagia ketika dua jagoan kami terlahir ke dunia. 

Jadi, untuk Moms, yang  sedang promil,  jangan pantang menyerah dan terus berpikir positif, karena itu sangat memengaruhi hormon dan tentunya meningkatkan keberhasilan promil Moms.  Abaikan pendapat orang-orang  yang membuat Moms sedih, fokus saja pada tujuan dan komitmen dengan pasangan.  Tetap semangat ya Moms.

Novia Citra Dewi

@noviancd