Kehidupan rumah tangga merupakan kehidupan yang dinamis. Seperti lautan, ada namanya pasang surut dalam pernikahan. Happily ever after, selalu bahagia selamanya, bisa dikatakan hanya di dalam kisah dongeng.

Persoalan itu selalu ada ya, Moms. Tapi, itulah bagian dari dinamika kehidupan perkawinan. Dan, tidak setiap persoalan itu menjadi persoalan. Moms dan Dads bisa duduk bersama, berdiskusi, berkompromi, untuk mendapatkan solusi yang diterima masing-masing.

Dan, bagaimana jika tidak bisa diselesaikan? Apakah cerai saja? Jangan dulu! Coba Moms dan Dads berupaya mengikuti konseling pasangan atau konseling pernikahan. Meski belum familiar, banyak biro psikologi, baik pribadi maupun di klinik/ rumah sakit bisa membantu Moms dan Dads untuk konseling. 

Berkonsultasi dengan konseling pasangan atau pernikahan bisa menjadi strategi yang lebih sehat dan efektif daripada hanya mengandalkan teman dan keluarga. Pihak keluarga atau teman sering bias dalam memberi dukungan. 

Selain itu, konseling pasangan akan mendengar cerita dan membantu Moms dan Dads memahami apa yang tersembunyi di balik persoalan. Dan, layaknya dokter, mereka pun terikat untuk menjaga kerahasiaan dari curhatan Moms dan Dads.

Tapi, sebenarnya Moms dan Dads membutuhkan konseling pernikahan ini bukan hanya ketika persoalan rumah tangga sudah di ujung tanduk. Berikut beberapa tanda yang menunjukkan Moms dan Dads perlu konseling pernikahan

Ketika hubungan terasa hambar dan sulit berkomunikasi

Moms dan Dads telah menikah beberapa tahun, tiba-tiba merasakan hubungan berdua tidak lagi seperti sebelumnya. Moms dan Dads jarang berkomunikasi karena kesibukan masing-masing, dan ketika mencoba menjalin komunikasi, ujung-ujungnya malah berkonflik. Nah, di sinilah psikolog dari konseling pernikahan dapat membantu mencari tahu penyebab hubungan Moms dan Dads ini tidak seharmonis dulu, dan mencoba mencari solusinya. 

Moms yang terus-menerus berjuang

Jika pertengkaran Moms bersama Dads selalu meningkat, atau sepertinya tidak pernah menemukan penyelesaian, terapi konseling dapat membantu   menemukan cara yang lebih sehat untuk berkomunikasi. Sebuah studi kecil tahun 2002 mengungkapkan bahwa 73% individu melaporkan tingkat yang stabil atau meningkat dalam keterampilan komunikasi diri mereka setelah menjalani terapi pasangan. 

Salah satu pihak menghindari konflik

Menghindar dari konflik bukan cara yang bagus untuk  dalam mempertahakan pernikahan. Menghalangi atau menutup diri dan menolak untuk terlibat konflik dengan pasangan  justru membuka peluang perceraian. Ia memprediksi perceraian sekitar 93% pasti akan terjadi. Jika salah satu atau kedua pasangan menghindari konflik, konseling pasangan akan menyediakan ‘ruang yang aman’ untuk menyelesaikan masalah bersama terapis yang tidak memihak.

Perbedaan pandangan tentang masalah uang

Masalah ekonomi, termasuk masalah mengelola keuangan menjadi salah satu alasan utama mengapa orang bercerai. Dengan konseling pernikahan bisa menjadi tempat yang tepat untuk mendapatkan pemahaman yang sama bagi Moms dan Dads soal uang serta mengalokasi dan mengelola keuangan keluarga ini. 

Kurangnya keintiman

Dalam survei nasional tahun 2008 terhadap pasangan menikah, ternyata 76% pasangan bahagia menyatakan bahwa kehidupan seks mereka memuaskan, sementara hanya 28% pasangan yang tidak bahagia mengatakan hal yang sama. Jadi, ketika salah satu atau baik Moms dan Dads kurang bahagia kehidupan intim, jangan malu mencari dan mendiskusikan akar masalahnya lewat konseling pernikahan. Karena,  ketidakbahagiaan di ranjang bisa mengalirkan emosional negatif ke kehidupan rumah tangga. 

Salah satu pihak berkhianat 

Pengkhianatan dalam bentuk apa pun dapat merusak pernikahan dalam  berbagai segi. Namun, jika Moms dan Dads yang mengalaminya  berkomitmen untuk tetap bersama, terapis pasangan, mungkin, dapat membantu membangun kembali fondasi kepercayaan.

Sedang mempertimbangkan perceraian 

Kondisi ini yang paling sering menggiring pasangan suami istri untuk menemui terapis pasangan. Moms dan Dads ingin memastikan benar atau tidaknya langkah ini sebelum mengajukan ke pengadilan.

Terkadang juga Moms dan Dads datang ke konseling pasangan memang sudah memutuskan ingin mengakhiri pernikahan,  tetapi membutuhkan bantuan untuk menavigasi proses agar meminimalkan dampak perceraian ini kepada anak-anak. 

^IK