Apakah Moms pernah mendengar istilah toxic relationship atau hubungan yang toksik? Ketika mendengar kata hubungan yang toksik mungkin yang terlintas di kepala Moms adalah hubungan di mana terdapat kekerasan di dalamnya. Padahal, dikutip dari laman PsychologyToday, hubungan toksik tidak melulu dapat dilihat dan dirasakan segamblang kekerasan. 

Toksisitas sebuah hubungan dapat begitu halus sehingga kita tidak menyadari sedang berada di dalam hubungan yang tidak sehat sebelum akhirnya kita hancur perlahan-lahan. Nah, supaya kita bisa terhindar dari terjebak dalam hubungan yang toksik atau justru menjadi penyebab hubungan itu sendiri menjadi toksik, kita perlu memahami tanda-tanda hubungan toksik berikut ini. 

Pembunuhan karakter yang halus 

Pembunuhan karakter bisa terjadi secara tidak sengaja. Banyak di antara kita yang tumbuh terbiasa dengan mengolok-olok atau memanggil dengan julukan tertentu pada saudara atau teman sebagai suatu bentuk candaan. Meski kita tidak bermaksud buruk, kita tidak tahu bagaimana suatu panggilan yang menurut kita lucu berdampak pada kesehatan mental seseorang. Makanya, sebaiknya perilaku seperti ini dikendalikan dengan baik agar tidak menjadi kebiasaan. 

Perilaku mengontrol

Mengecek keberadaan tiap sebentar, melarang atau mengatur siapa yang boleh dan tidak boleh ditemui, membuat orang lain merasa bersalah tentang sesuatu, mengatur pakaian, tidak boleh beraktivitas tanpa pasangan, mengatur apa yang boleh dimakan, adalah contoh-contoh perilaku mengontrol. Hal ini bisa jadi adalah bentuk perhatian tanpa maksud buruk, tapi kita harus sadar apa yang terbaik menurut kita belum tentu terbaik bagi orang lain. 

Cemburu-pasif agresif 

Cemburu itu wajar ya, Moms. Tapi apa yang kita lakukan ketika cemburu itulah yang menentukan apakah hubungan tersebut menjadi toksik atau tidak. Apakah perasaannya disampaikan dengan baik atau justru dengan sikap pasif agresif seperti mendiamkan dan ngambek sebagai 'hukuman' karena telah dibuat cemburu? 

Pembunuhan karakter yang halus, perilaku mengontrol, cemburu yang sifatnya pasif agresif adalah hal-hal yang umum kita temui dalam sebuah hubungan. Namun, apabila hal-hal tersebut dibiarkan, lama kelamaan inilah yang akan menjadikan sebuah hubungan itu toksik. Kita bertanggung jawab atas perilaku dan kebahagiaan kita sendiri. Oleh sebab itu, jika tanda-tanda tersebut dirasakan, kita sendiri jugalah yang harus memutuskan apa yang harus dilakukan, keluar atau bertahan dalam lingkaran setannya? Nah, Moms, apakah Moms juga menemukan tanda-tanda hubungan toksik alam hubungan yang sedang Moms jalani atau justru Moms sendiri adalah pelakunya?