Namanya berumah tangga adalah kebohongan bila tidak ada pertengkaran. Sedikit banyak, kecil atau besar, pasti ada pertengkaran, Moms. Sewaktu bertengkar, saat emosi mendidih, tanpa disadari  terlontar kalimat yang menyakiti, entah itu dari Moms atau Dads. Padahal belum tentu juga pihak yang melontarkan itu  bermaksud seperti kata-kata yang diucapkannya. 

Ucapan verbal mungkin tidak menyebabkan kerusakan fisik. Tapi, kata-kata ini dapat merusak jiwa dan memiliki efek jangka panjang lho, Moms. Dalam kehidupan  berumah tangga, efek kumulatif dari kata-kata yang menyakitkan dapat menyebabkan lebih banyak kerugian daripada rasa sakit fisik. Kalimat atau kata-kata  apa sajakah itu yang sebaiknya dihindari saat bertengkar?

1. “Jika kamu memang merasa seperti itu, mungkin, sebaiknya kita bercerai”

Atau dalam bentuk lain, Moms atau Dads melontarkan seperti: "Sepertinya kita bersatu hanya untuk anak-anak," atau, "Saya hanya menunggu waktu saja (untuk bercerai)."

Kalimat yang menggunakan kata “cerai” tidak boleh dikeluarkan selama bertengkar. Kalimat semacam ini dapat mengancam rasa percaya dan keamanan dalam pernikahan. 

Kata-kata seperti ini sering digunakan dalam panasnya pertengkaran. Biasanya, pihak yang melontarkan tidak benar-benar ingin bercerai. Lebih sering karena mengekspresikan rasa frustrasi atas ketidakmampuan untuk menyelesaikan konflik tertentu. Padahal memiliki konflik yang belum terselesaikan belum tentu membuat pernikahan Moms dan Dads itu sudah  tidak cocok lagi.

Pernikahan terdiri dari dua individu yang masing-masing membawa nilai, ide, dan cara mereka sendiri dalam melakukan sesuatu. Banyak konflik yang mungkin terjadi akibat perbedaan  dan ini  tidak akan pernah terselesaikan.

Lantas, apa yang sebaiknya dilakukan? Cobalah kompromi atau bersikap sepakat untuk tidak sepakat, untuk menghadapi masalah perbedaan ini, Moms. Daripada merasa bahwa perbedaan dan konflik yang ditimbulkannya membuat Moms tidak cocok, cobalah untuk memahami dari latar belakang kehidupan pasangan Moms berasal dan mengapa ia  merasakan hal itu.

Sebagai gantinya, bila Moms memang merasa frustasi atas perbedaan yang terjadi, cobalah mengatakan seperti ini: "Saya merasa sakit hati, marah, atau ditinggalkan dan saya berjuang dengan keinginan untuk berada di dekat kamu”.

Atau, dapat pula mengatakan: “Saya mencintaimu tetapi saya membutuhkan ruang. Saya akan datang kepada kamu ketika saya tenang."

2. "Aku membencimu"

Atau sering dilontarkan dengan tajam:  "Aku tidak mencintaimu lagi."

Di dalam adegan film atau sinetron kita seringkali melihat pertengkaran sengit yang berakhir dengan kalimat seperti itu, Tapi, seringkali pihak yang melontarkan tidak benar-benar sudah tidak mencintai lagi pasangannya. Ia tidak bersungguh-sungguh mengatakannya. 

Meski demikian, percayalah kalimat tajam itu bila tidak segera diperbaiki, akan benar-benar menghancurkan pernikahan, Moms. Ia akan merasa terluka dan marah. 

Bila Moms terlanjur mengucapkan kalimat semacam itu, segera perbaiki keadaan.  Moms segera meminta maaf, dan meyakinkan pasangan  tentang cinta Moms kepadanya. Biasanya, bila Moms memang terlihat bersungguh-sungguh meminta maaf atas kalimat yang tajam itu, pasangan Moms akan merasa kelegaan dan berterima kasih. 

Sebaliknya, bila tidak, Moms lakukan langkah untuk memperbaikinya, maka Dads pun akhirnya akan memercayai dirinya tak layak lagi dicintai. Buktinya, pasangannya tega mengatakan sudah tidak mencintai dirinya lagi.  

3. "Itu bodoh"

Atau dapat pula mengatakannya dengan kalimat: "Kamu tidak rasional."

Ini adalah kalimat merendahkan dan menyakiti. Jangan sesekali terlontar, terlebih dengan nada yang keras.

Moms dan Dads tidak selalu bisa melihat berbagai hal dengan sudut pandang yang sama. Kadang-kadang, Moms melakukan sesuatu yang tampaknya tidak rasional bagi Dads, tetapi sangat masuk akal bagi sendiri. Atau sebaliknya

Perbedaan di atas sangat masuk akal. Hal ini karena masing-masing pihak itu membawa perspektif dan nilai yang berbeda ke dalam hubungannya. 

Jadi, daripada terburu-buru melontarkan kalimat yang menghakimi dan membuat tersinggung, coba Moms pahami dulu cara pikir atau sudut pandang pasangan. Biasanya akan terlihat  hasil lebih baik ketika pasangan berusaha untuk memahami sudut pandang satu sama lain.

4. “Tentu saja pria/wanita akan berpikir seperti itu!”

Atau dengan kalimat lain akan melontarkan seperti:  "Ini persoalan wanita," atau, "Ini adalah pekerjaan pria".

Wanita dan pria memang memiliki cara atau pola pikir yang berbeda. Terkadang perbedaan cara berpikir memang menyebabkan konflik. 

Kalimat seperti di atas juga sering terucap, saat salah satu pasangan mengalami hari yang sulit atau persoalan yang berlarut-larut. Tekanan ini membuatnya melampiaskan kepada orang terdekat (tentunya pasangannya) dengan kalimat seperti di atas. 

Coba tawarkan empati untuk memungkinkan melihat ledakan emosional masa lalu. Lalu coba  bekerja sebagai tim untuk menyelesaikan masalah. Dan, ingatkan pasangan untuk tidak membuat kalimat kasar semacam itu ke depannya. 

Baca Juga:6 Kesalahan Pasangan di Tahun Pertama Pernikahan