Semarah apa pun Moms dan Dads dalam berselisih, sebaiknya ada beberapa kalimat yang dihindarkan untuk dilontarkan. Mengapa?  Karena, kalimat yang menyakiti itu mungkin saja terus mengendap, meski Moms dan Dads sudah berdamai. Bak racun, kata-kata  tersebut akan merusak kepercayaan dan keintiman hubungan Moms bersama Dads. 

1. “Saya tidak ingin membicarakannya”

Kalimat sering terucap di tengah pertengkaran sengit. Terkadang memang perlu ‘istirahat’ dari pertengkaran untuk menenangkan diri. Tetapi, break dulu bukan sepenuhnya menolak untuk membahas suatu masalah dalam pernikahan. Jika ini yang terjadi, malah akan menyebabkan kebencian dan kepahitan.

Perasaan dan pikiran buruk bisa mendidih di dalam diri untuk waktu yang lama. Semakin lama membiarkan pikiran-pikiran ini berlanjut, sehingga semakin tenggelam dalam persepsi bawah sadar satu sama lain. Pada akhirnya akan memengaruhi semua interaksi Moms dan Dads untuk  di masa depan.

Bila memang waktu tenang atau jeda sebentar yang diinginkan dalam menyelesaikan pertengkaran, coba ungkapkan seperti ini: "Saya belum siap untuk membicarakan hal ini sekarang. Biarkan saya meluangkan waktu untuk menenangkan diri dan memikirkannya, lalu kita akan bicara."

2. “Kamu seperti ibu/ayahmu”

Kalimat ini seringkali mengiringi kemarahan dalam pertengkaran suami istri. Menyamakan kelakuan atau kebiasaan yang dianggap negatif atau mengesalkan pasangan itu dengan orang tuanya. 

Ungkapan ini seolah mengatakan kebiasaan atau perilaku (yang dianggap)  buruk itu karena mencontoh perilaku ibu/ayahnya, atau diturunkan dari orang tuanya.

Tak bisa disangkal bila sedang marah dengan kebiasaan atau perilaku pasangan, Moms mungkin akan mengaitkan dengan perilaku orang tua pasangan, entah ayah atau ibunya. Tapi simpanlah saja di dalam batin dan pikiran Moms. 

Tak ada gunanya melontarkan kalimat semacam ini. Malah akan memperburuk pertengkaran, dan menyakiti pasangan hingga bertahun-tahun kemudian. 

Jadi, fokus saja dalam upaya untuk mengatasi masalah yang sebenarnya, daripada menggunakan beberapa petunjuk atau penghinaan yang tidak jelas. Apalagi menyangkut tentang seseorang yang melahirkan pasangan.

3. "Ini urusan saya!"

Atau bisa juga dengan mengatakan kalimat: "Berhenti mengomeli saya."

Ini adalah kalimat defensif. Kalimat yang sering dilontarkan suami atau istri saat terpojok, misalnya saat tidak bisa menyelesaikan sesuatu, atau ketahuan melakukan ‘sesuatu’ yang di belakang pasangan, atau sudah merasa kewalahan menghadapi bombardir pertanyaan atau perkataan pasangan.  

Walaupun sudah merasa kewalahan, terpojok atau pusing dengan rentetan perkataan atau pertanyaan pasangan, Moms jangan keluarkan kalimat keras ini, sekalipun bertujuan untuk menghentikan omelan. Cara ini bukan langkah yang baik, bahkan menimbulkan luka bagi pasangan.

Jika memang salah, ya, mintalah maaf.  Lalu, coba mengubah perilaku. Jika perlu memintanya untuk terus mengingatkan agar kebiasaan atau perilaku itu tidak terulang lagi.  

4. “Tenang saja!”

Atau dengan kalimat memaka kata-kata: "Stop, memikirkannya." “Sudah ah, lupakan aja.”

Ketika Dads marah akan sesuatu permasalahan, lantas Moms menyuruhnya untuk bersantai menghadapinya, biasanya malah justru memancing untuk kemarahan berikutnya. Membuat pasangan menjadi tersinggung berat, seolah-olah tidak berusaha mengerti kondisi. 

Tak perlu Moms katakan, tentunya Dads sebelumnya sudah berusaha tenang dan tidak panik menghadapi persoalan itu. 

Dalam situasi ini, seharusnya bertindak bijak menghadapi kerisauan pasangan.  Dengan tenang, coba  memintanya untuk memberi tahu  tentang apa yang mengganggunya dalam persoalan itu. Lalu, coba sebaik mungkin meyakinkannya bahwa persoalan tersebut bisa dibereskan, atau beritahu langkah-langkah yang Moms akan tempuh untuk menyelesaikannya. Cara ini jauh lebih baik untuk membantunya relaks.

Jadi, berhati-hatilah dengan kalimat beracun yang dapat menyebabkan banyak kerusakan pada suatu hubungan. Coba tangkal menggunakan frasa berbisa ini dengan sengaja menciptakan momen positif dan membangkitkan kebersamaan dan kedamaian Moms dan Dads. 

Perbaiki luka pasangan dengan permintaan maaf yang tulus, pelukan hangat, dan kata-kata yang menguatkan. Lakukan juga sesuatu yang menyenangkan bersama bisa sangat membantu memulihkan persahabatan dan keintiman.

Baca Juga :https://www.momsindonesia.com/article/sex-amp-relationship/8-kalimat-penghancur-rumah-tangga-part