Pertengkaran dan adu argumen mungkin saja terjadi di dalam perkawinan. Dan, itu wajar saja, sepanjang  Moms dan Dads masih saling berkomunikasi, berekspresi dan mendengarkan dengan lebih baik. 

Komunikasi itu penting, karena memelihara kepercayaan dan hubungan antara Moms dan pasangan. Akan membahayakan hubungan jika komunikasi ini memburuk atau menjadi tidak sehat. Kenali tanda-tandanya: 

1) Percakapan lebih memilih dengan tekstual

Mengirim pesan teks dengan pasangan tidak sepenuhnya salah. Tapi jika Moms mulai sering  mencari cara menghindari panggilan, bahkan untuk sekadar mendapatkan konfirmasi rencana Moms sendiri, berhati-hatilah.  Berhati-hatilah pula jika Dads lebih banyak memilih percakapan berbasis teks saja. 

Komunikasi secara langsung, baik dengan tatap muka atau melalui telepon atau sekarang video call itu penting bagi sebuah hubungan, sesibuk apa pun. Tidak  melakukan ini dapat menunjukkan bahwa Moms atau Dads yang melakukannya seperti sedang  mencari cara mudah dan cepat untuk menghindar.

2) Menjadi defensif selama argumen

Beda pemikiran yang berujung melontarkan argumen masing-masing kadang tak terhindarkan dalam hubungan. Boleh saja kok berbeda. Asalkan jangan menjadikan perbedaan sebagai ajang adu argumen yang berakhir dengan ledakan amarah. 

Cara seperti itu  hanya akan menjadi pendorong kebiasaan komunikasi yang tidak sehat dan menjadi racun dalam hubungan. Karena, selama panasnya momen tersebut beragam  tuduhan tak berdasar dan kata-kata mengerikan bisa mudah dilemparkan satu sama lain,  diikuti dengan ‘keheningan’ yang menyakitkan. Akhirnya, keintiman pun rusak. Rasa saling menghormati dan menghargai pun jadi tersedot. 

3) Memberikan perlakuan diam untuk pasangan

Tidak apa-apa untuk mendapatkan ruang dari satu sama lain. Terkadang lebih baik untuk tidak mengatakan apa-apa daripada membuat kekacauan besar saat pertengkaran. Meluangkan waktu untuk menenangkan diri, kemudian mencari waktu yang tepat untuk membicarakannya nanti. 

Nah, bagaimana halnya dengan pasangan yang menghindari berbicara dengan Moms sama sekali? Kemudian, bersikap diam terhadap perhatian atau pembicaraan yang coba Moms lakukan?  Memberi perlakuan diam  itu sesungguhnya perilaku yang tidak pantas, Ini pun merupakan salah satu hal cara yang menghina dan tidak ramah untuk dilakukan terhadap pasangan. Perlakuan diam juga dapat digunakan sebagai alat untuk menjatuhkan  atau untuk menjauhkan diri secara emosional.

4) Jadi korban proyeksi diri

Proyeksi diri adalah salah satu bagian dari mekanisme pertahanan diri yang dilakukan oleh seseorang untuk melindungi diri karena merasa terancam. Dalam proyeksi diri, seseorang mengatribusikan perasaan, pikiran, dan motivasinya yang muncul dalam dirinya kepada orang lain, karena ia tidak ingin menerimanya. 

Dalam hubungan,  misalnya Dads iri atau cemburu Moms yang banyak teman dan pergaulan. Namun, karena perasaan iri atau cemburu itu secara norma dianggap tidak baik, alam bawah sadar Dads kemudian melakukan "proyeksi" sebuah mekanisme pertahanan diri. Alih-alih mengakui ia merasa iri. Ia mengatakan Moms itu sebagai orang yang sok terkenal. 

Cara komunikasi ini bisa  salah diartikan dan berpotensi menghancurkan hubungan. Yang menjadi korban pun bisa kehilangan diri dalam kenyataan. 

5) Senang mengungkit masa lalu

Segera berikan sinyal lampu merah dan  jangan terpancing lebih dalam, jika pasangan mulai sibuk menanyakan mengungkit-ungkit hubungan di masa lalu. Hubungan yang sehat tidak pernah dibangun jika pasangan Moms menyimpan dendam atau rasa tidak aman lainnya. Masa lalu harus selalu tinggal di masa lalu.

Daripada menanggapi ke’kepo’an  itu lebih dalam, coba Moms alihkan fokus untuk menggali rasa tidak aman yang dialaminya. Ada apa di balik keingintahuannya itu. Ini lebih bisa menjadi langkah yang lebih baik.

Bila memiliki salah satu atau beberapa tanda di atas, coba segera perbaiki cara berkomunikasi di dalam rumah tangga ini. Jika perlu, minta bantuan dengan ahlinya, seperti dengan konselor perkawinan.

Baca Juga : Kenali Tanda Pasangan Memicu Toxic Relationship