Rumput tetangga selalu terlihat lebih hijau. Begitu pula seringkali kita melihatnya untuk perkawinan orang lain. Beragam posting kebersamaan mereka di Instagram atau facebook terlihat sangat membahagiakan. Padahal sih belum tentu juga kondisi internal hubungan mereka itu seindah di foto. 

Lantas, bagaimana karakteristik hubungan bersama pasangan yang membahagiakan? Ternyata pertanyaan ini menarik para ilmuwan untuk menelitinya. Inilah jawabannya!

 

 

Moms berkirim teks atau chat untuk sekadar bertanya kepada Dads tentang keadaannya hari ini, seperti: sudah makan siang atau belum, atau jam berapa kira-kira pulang ke rumah, itu wajar saja. Malah mungkin bisa memberikan manfaat positif untuk relationship. Namun, terus menerus mengirim chat, termasuk juga untuk pembicaraan tentang hal serius, ini bisa tanda tanya hubungan Moms.  

Sebuah studi dari Universitas Brigham Young (2012) menemukan bahwa ada yang namanya terlalu banyak berkirim pesan. Jika pasangan lebih nyaman melakukan percakapan lewat teks atau chat panjang, termasuk untuk topik pembicaraan serius atau penting, ini dapat menunjukkan kualitas hubungan yang rendah. Untuk sesuatu yang penting harusnya pasangan itu berbicara secara langsung saja kan, Moms.  

 

 

Berdebat tentang memiliki anak? Ternyata pasangan tanpa anak memiliki pernikahan yang lebih bahagia. Proyek penelitian dari The Open University yang  mempelajari 5.000 orang dari segala usia, status, dan orientasi seksual menemukan bahwa pasangan tanpa anak lebih puas dengan hubungan mereka, termasuk perasaan lebih dihargai oleh pasangan mereka. 

Meski demikian, perlu dicatat penelitian tersebut juga menemukan bahwa kelompok ibu secara signifikan lebih bahagia dengan kehidupannya daripada kelompok lain dalam penelitian ini.

 

 

Jika hubungan Moms dan Dads dimulai dengan beberapa konflik, itu mungkin menguntungkan bagi hubungan Anda berdua. Studi dari Florida State University (2012) menemukan bahwa pasangan yang secara terbuka sejak dini mengeluarkan kemarahan atau emosinya akan berpotensi lebih bahagia dalam jangka panjang. Tentunya, emosi ini diiringi sikap jujur dan tulus. Bukan sekadar mengumbar kemarahan ya, Moms. 

Mengapa demikian? Karena dengan berani membuka konflik sejak dini, pasangan akan  belajar menyelesaikan masalah sejak dini. Bukan manis di depan saja, tapi membara di dalam. 

 

 

“Wah, pasangan cocok ini. Si sulung menikah dengan si bungsu,” mungkin Moms pernah mendengar komentar semacam itu soal perjodohan pasangan. 

Ternyata dari penelitian yang The Universitas Erlangen-Nuremberg di Jerman yang mempelajari 3.000 keluarga membuktikan bahwa memang ada manfaat jika pernikahan itu dilakukan oleh pasangan yang berlawanan dalam hal urutan kelahiran. 

Faktanya, pasangan terbaik dalam perkawinan adalah ketika mempelai wanita merupakan anak sulung, dan mempelai laki-laki adalah anak bungsu. Jika keduanya merupakan anak sulung, ehhmmm… siap-siap deh saling invasi kekuasaan.

Baca Juga :Pasangan dengan Jarak Usia Terpaut Jauh, Ini Faktanya!

 

 

Jika malas mengerjakan pekerjaan rumah tangga, inilah saatnya untuk  lebih rajin. Ajak pula Dads untuk berpartisipasi aktif. Jajak pendapat yang dilakukan Pew Research Poll (2007) melansir 62 persen subyeknya berpendapat bahwa berbagi pekerjaan rumah tangga itu sangat penting untuk pernikahan yang sukses.

Pendapat ini diungkapkan subyek dari polling baik pria atau wanita, orang dewasa muda atau tua, dan berstatus lajang atau menikah. Pentingnya berbagi pekerjaan rumah tangga masuk dalam daftar tiga teratas untuk terwujudnya pernikahan yang sukses.  Mengalahkan masalah seperti soal pendapatan,  tempat tinggal dan minat bersama, Moms.

 

 

Wanita dengan pandangan feminis sering disudutkan sebagai pasangan yang bakal merepotkan. Terlebih di tengah budaya patriarki yang masih banyak dianut kebanyakan orang Indonesia. 

Padahal,  sebuah studi dari Rutgers University (2007) terhadap lebih dari 500 orang menemukan bahwa pria maupun wanita mendapatkan manfaat dengan memiliki pasangan feminis. Bagi wanita, itu terkait dengan hubungan yang lebih sehat secara keseluruhan. Bagi pria, itu terkait dengan hubungan yang lebih stabil dan kepuasan seksual yang lebih besar. Wow! 

 

 

Berbuat baik, meski berupa tindakan kebaikan yang kecil,  sangat penting dalam hubungan yang sehat dan bahagia. Sebuah penelitian dari Open University menunjukkan rasa paling dihargai dalam hubungan adalah ketika pasangan memberikan tindakan kebaikan kecil. Tindakan  bisa berupa kata manis, seperti mengatakan "Aku mencintaimu" atau membuatkan pasangan secangkir teh manis. Hm, itu tentunya sudah Moms lakukan, bukan? 

 

 

Diperkirakan Moms dan Dads berisiko  sebesar  75 persen atau lebih mungkin untuk bercerai jika salah satu teman dekat atau kerabat telah mengalami perceraian. Jika punya teman dengan temannya telah bercerai, Moms pun masih mungkin berisiko sebesar 33 persen atau lebih ikut bercerai juga. Ini dari studi yang dilakukan oleh Brown University, Harvard University, dan University of California di San Diego. 

Apakah ini berarti perceraian teman atau kerabat tersebut menular? Tidak juga. Satu teori menjelaskan penyebabnya kemungkinan karena perceraian orang dari lingkungan dekat mengingatkan tentang masalah hubungan di antara pasangan itu sendiri. Masalah yang jadi ‘terbuka’ di saat temen atau kerabat ini bercerai. Dan, ini yang akhirnya mendorong juga menaikkan pembicaraan soal perceraian. 

 

 

Rupanya, ada baiknya Dads merasa ‘beruntung’ dengan menikahi Moms. Misalnya Moms dinilainya sangat menarik, memberikan kenyamanan, atau hal-hal yang dirasakannya menarik. 

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Personality and Social Psychology (2013) menunjukkan bahwa ketika pria memandang istri mereka lebih menarik, itu menguntungkan kedua orang dalam hubungan tersebut. Suami secara keseluruhan lebih bahagia dan lebih cenderung peduli dengan kebutuhan pasangannya, sehingga akhirnya hubungan dalam perkawinan juga lebih bahagia.

 

 

Pernikahan dilakukan adalah untuk meraih kebahagiaan. Di atas kebahagiaan, ternyata menjadikan suami sebagai sahabat terbukti lebih memberikan keuntungan bagi perkawinan.

Biro Riset Ekonomi Nasional di Kanada  mengungkapkan orang yang menganggap pasangannya sebagai sahabat hampir dua kali merasa lebih puas dalam pernikahannya daripada orang yang tidak menganggap pasangannya sebagai sahabat. 

Nah, apakah Moms dan Dads memenuhi salah satu kriteria di atas? Semoga selalu berbahagia ya, Moms. 

Baca Juga :6 Kesalahan Pasangan di Tahun Pertama Pernikahan